26 Agustus 2009

Lawan SK Bupati, Warga Tetap lakukan Aktifitas Tambang di Samba

* Bupati Don Wange akan Panggil Camat

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Warga masyarakat di wilayah Samba, Kelurahan Roworena Barat Kecamatan Ende Utara melakukan perlawanan terhadap surat keputusan (SK) bupati Ende yang diterbitkan dengan Nomor 87 Tahun 2009 tertanggal 5 Mei 2009 tentang larangan melakukan aktifitas penambangan tanpa ijin di lokasi sepanjang ruas jalan Woloare-Nuabosi. Perlawanan terhadap SK tersebut dilakukan dengan tetap beraktifitas menggali, mengumpulkan dan menjual batu dan pasir atau bahan galian C di lokasi yang telah dipasangi papan nama larangan melakukan aktifitas tambang dimaksud. Warga yang tetap melakukan aktifitas tambang di lokasi yang dilarang tersebut bahkan menyatakan siap menghadapi apapun ancaman dan sanksi yang diberikan kepada mereka.


Antonius Ima, pemilik lahan dan salah satu penambang di lokasi penambangan tanpa ijin kepada Flores Pos di lokasi tersebut mengatakan, lokasi penggalian batu dan pasir yang mereka garap selama ini merupakan sumber nafkah mereka sejak dahulu. Bahkan, kata Antonius Ima, lokasi tersebut sudah digarap bapak dan nenek mereka sejak tahun 1961. Dikatakan, karena lokasi tersebut menjadi sumber nafkah mereka untuk memberi makan anak dan istri mereka maka apapun larangan dari pemerintah tidak mereka turuti dan tetap mengali bartu dan pasir di lokasi tersebut untuk dijual. “Ini tempat kami cari nafkah. Kami kasih makan anak istri dan sekolah anak dari tempat ini. Kami tidak bisa berhenti.”

Tetap Tambang Apapun Resikonya

Dia mengatakan, aktifitas penambangan batu dan pasir di lokasi itu akan tetap mereka lakukan apapun resioknya. Menurutnya, kegiatan tambang yang sudah mereka lakoni itu merupakan sumber hidup mereka untuk memberi makan anak dan istri serta untuk menyekolahkan anak. Satu bulan saja tidak bekerja di lokasi itu mereka bisa mati karena sudah tidak ada lagi sumber penghasilan yang bisa membiayai hidup mereka. Pada lokasi yang mereka manfaatkan untuk gali batu dan pasir saat ini, kata Antonius Ima, dulu pernah dibuka untuk kebun. Namun pada tahun 1983 diperintahkan Dians Kehutanan untuk ditutup. Setelah ditutup untuk berkebun, lanjut dia, mereka akhirnya memanfaatkan lahan itu untuk mengali batu dan pasir.


Terkait pemasangan tanda larangan untuk tidak boleh menggali pasir dan batu di lokasi itu, dia mengatakan, pemasangan tanda larangan itu tanpa sepengtahuan warga dan pemerintah setempat seperti RT/RW dan kepala dusun. Sebagai ketua RT di situ, dia menyatakan kekecewaannya terhadap pihak pemerintah yang secara sepihak memasang papan tanda larangan di lokasi tambang itu. “Sebagai ketua RT saya tidak tahu sama sekali. Mereka datang langsung pasang.” Bahkan, kata dia, sebagai salah satu pemilik lahan di lokasi tambang itu dia bersama rekan-rekannya tidak takut terhadap ancaman dan sanksi yang diberikan oleh pemerintah. “Sanski apa boleh buat. Kalau kami mau penjara silahkan. Kalau masuk penjara istri dan anak saya bawa. Kalau mereka diluar mau makan apa.”


Dikatakan, setiap hari para penggali pasir dan batu di lokasi yang bekerja secara berkelompok 2-3 orang setiap kelompok bekerja bersama mengumpulkan batu dan pasir. Selama 2-3 hari baru mereka mampu mengumpulkan satu rate pasir dan batu yang dijual kepada para pembeli yang langsung datang ke lokasi tersebut. Satu rate pasir dijual seharga Rp100 ribu sedangkan satu rate batu dijual seharga Rp120 ribu. Dari hasil penjualan itu, kata Ima dibagi kepada anggota kelompok masing-masing. Jadi menurutnya, disuruh untuk berhenti gali pasir dan batu mereka tidak mau. Pemerintah, kata dia sebenarnya tidak boleh terlalu mengikuti kemauan warga Nua Bosi tanpa memikirkan nasib mereka jika lokasi itu dilarang. Ditanya adanya kemungkinan pindah ke lokasi lain, Ima katakan lokasi lain juga bisa hanya perlu mereka lihat dulu lokasinya di mana. “Hidup mati kami dari batu pasir ini. Kantor daerah jadi mewah juga dari batu pasir ini.”


Bupati Ende, Don Bosco M Wangge saat ditanyai menyangkut masih adanya kegiatan tambang di lokasi yang telah dilarang merasa kaget karena sebelumnya camat di daerah itu sudah menyatakan kesiapan untuk mengamankan SK dimaksud. Bupati Don Wangge mengatakan sangat berterima kasih atas informasi yang disampaikan wartawan. Terhadap informasi itu, kata Bupati Don Wangge, dia akan memanggil camat karena camat yang lalu katakan sanggup mengatasi persoalan itu. Untuk itu, persoalan tersebut akan dicek kembali.


Dikatakan, dulu saat timbul persoalan di lokasi tambang tersebut, kepada warga sudah diminta untuk pindah lokasi dan pemerintah siap untuk mencarikan lokasi pengganti. Namun mmreka bersikeras tetap melakukan aktifitas tambang di lokasi tersebut. “Lokasi di situ larang keras tidak boleh lagi.”


Pantauan Flores Pos di lokasi tambang tanpa ijin tersebut, pemerintah telah memasang dua papan tanda larangan. Namun warga Samba tetap melakukan aktifitas seperti biasa. Ada warga yang sedang menggali dan mengumpulkan batu dan pasir dan ada pula warga yang sedang melakukan aktifitas memecahkan batu. Aktifitas tambang tidak saja dilakukan oleh kaum laki laki tetapi juga oleh para ibu yang membantu di lokasi tambang tanpa ijin tersebut. Beberapa kendaraan masih keluar masuk mengangkut batu dan pasir di lokasi tersebut. Pada jalur jalan sepanajang lokasi penambangan batu dan pasir juga kondisinya sangat memprihatinkan. Di badan jalan material berupa batu dan pasir berserakan dan sangat membahayakan para pengguna jalan yang melintas di lokasi tambang tersebut.


Dua papan tanda larangan yang dipasang tersebut isinya antara lain, pertama, melarang penambangan tanpa ijin (peti) bahan galian golongan C di lokasi sepanjang ruas jalan Woloara-Nuabosi Kecamatan Ende Utara kabupaten Ende. Kedua, setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggalian, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan berakhir dengan penjualan bahan galian golongan C sebagaimana tercantum pada diktum pertama keputusan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.




Tidak ada komentar: