22 April 2010

Terkait Nasib Tenaga Honor, Komisi B Bertemu BKD

* SK Harus Ditandatangani Bupati

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Komisi B DPRD Ende dalam upayanya memperjuangkan nasib 637 tenaga honor yang dialihkan penerbitan SK pengangkatannya oleh bupati kepada para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) menggelar dengan pendapat dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Komisi B beranggapan, para kepala SKPD tidak berwenang menerbitkan SK pengangkatan dan perpanjangan dan meminta kepada BKD untuk membuat telaahan staf kepada bupati agar kebijakan itu dicabut dan penerbitan SK pengangkatan dan perpanjangan dilakukan oleh bupati sebagai pejabat pembina kepegawaian di daerah.


Dengar pendapat dipimpin Ketua Komisi B DPRD Ende, Abdul Kadir Hasan di ruang Gabungan Komisi, Kamis (8/4) dihadiri sejumlah anggota komisi diantaranya Haji Pua Saleh, Sudrasman Arifin Nuh.


Abdul Kadir mengatakan, pengalihan penerbitan SK bagi para tenaga honor di lingkup Pemerintah Kabupaten Ende untuk diterbitkan oleh para kepala SKPD sangat tidak sesuai dengan aturan. Berdasarkan aturan yang berwenang menerbitkan SK adalah pejabat pembina kepegawaian di daerah yakni gubernur dan bupati. Sementara kepala SKPD tidak memiliki kewenangan menerbitkan SK pengangkatan dan pemberhentian pegawai.


Selain itu, kata dia, anggaran untuk tenaga kontrak sudah dianggarkan dan ditetapkan pemerintah bersama DPRD di dalam APBD 2010. Untuk itu, anggaran yang sudah ditetapkan itu harus dimanfaatkan untuk membayar honor para tenaga kontrak dimaksud. Untuk bisa dibayar maka persoalan penerbitan SK harus secepatnya diselesaikan dimana diterbitkan oleh pejabat pembina kepegawaian di daerah dalam hal ini bupati.


Menurut dia, persoalan tenaga kontrak ini hanya terjadi di Kabupaten Ende. Dalam koordinasi dengan kabupaten lain di NTT, tidak ditemukan adanya persoalan demikian. Dia berharap, persoalan ini harus dikoordinasikan degan pemerintah di kabupaten lain untuk diperjuangkan bersama ke pusat. Lagipula, kata Kadir, anggaran untuk membayar honor tenaga kontrak sudah dianggarkan hal mana kebijakan ini dinilai pemerintahan sekarang merupakan apa yang salah dan dilakukan pemerintahan masa lalu. Namun demikian, kata Kadir, hal serupa kembali dilakukan pemerintahan sekarang di mana sudah mengetahui adanya larangan terkait pengangkatan tenaga kontrak namun anggaran untuk tenaga kontrak tetap diajukan untuk dibahas dan ditetapkan.


Haji Pua Saleh mempertanyakan apakah penghentian atau pengalihan penerbitan SK oleh kepala SKPD ini sudah final atau belum. Menurut dia, dalam setiap konsultasi yang dilakukan pemerintah ke Menpan, BKN harus pula melibatkan DPRD. Hal itu karena jika timbul persoalan bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab namun lembaga Dewan juga ikut bertanggung jawab.


Pua Saleh juga sependapat dengan Abdul Kadir soal pengalokasian anggaran untuk tenaga kontrak. Menurutnya, pemerintah sudah tahu bashwa apa yang dilakukan menyalahi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 namun kemudian, pemerintah toh tetap mengajukan anggaran untuk tenaga kontrak dalam APBD 2010. untuk itu, Pua Saleh meminta agar Dewan mengundang bupati guna memberikan penjelasan di Dewan agar duduk persoalan menjadi lebih jelas.


Sudrasman Arifin Nuh mengatakan, dalam aturan hukum tata negara tidak berlaku surut. Kondisi saat ini menunjukan bahwa terjadi tumpang tindih aturan di mana aturan yang lebih rendah mengalahkan peraturan yang lebnih tinggi. Padahal menurut ketentuan hal itu tidak dibenarkan. “Tapi itu di Ende bisa terjadi,” kata Sudrasman. Menurutnya, sepanjang UU yang lebih tinggi belum dicabut dan masih berlaku maka harus merujuk pada UU yang ada. Apalagi, kata dia, selama ini tenaga honor ini sudah dibayar dan tidak ada masalah namun persoalan justru muncul di tahun 2010. “Kalau pemerintahan yang lama lakukan kesalahan seharusnya pemerintahan yang baru harus memperbaiki tetapi tahun 2010 masih dianggarkan dan hingga saat ini belkum dibayar,” kata Sudrasman.


Belum dibayarnya honor bagi 637 tenaga kontrak selama empat bulan ini, kata Sudrasman dapat menimbulkan dampak sosial yang cukup besar. Dampak ekonominya juga cukup besar. “Bagaimana mereka kasih makan dan sekolahkan anak mereka?” tanya Sudrasman. Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah ini kontradiktif. Di satu sisi tahu bahwa di dalam PP 48 Tahun 2005 jelas melarang pengangkatan tenaga kontrak. Namun di sisi yang lain pemerintah masih mengalokasikan anggaran untuk honor tenaga kontrak.


Dia juga mengkritisi kebijakan pengalihan penerbitan SK tenaga kontrak oleh SKPD. Menurutnya, apa yang dilakukan ini sama dengan mengulir bola api. Kondisi ini mengakibatkan para kepala SKPD ragu-ragu menerbitkan SK karena mereka tidak memiliki kewenangan sama sekali unhtuk menerbitkan SK pengangkatan tenaga kontrak.


Kepala Bidang Pengembangan pada Badan Kepegawaian Daerah, Ignas Kapo pada kesempatan itu mengatakan, 637 tenaga kontrak ini tidak masuk dalam data base tenaga kontrak daerah karena masa kerja mereka pada saat pendataan untuk masuk dalam data base belum mencapai satu tahun. Tidak diterbitkannya SK tenaga kontrak yang ditandatangani oleh bupati karena berdasarkan PP 48/2005 terutama pada pasal delapan ada larangan. Hal itu bisa kecuali diatur dengan PP yang lain. Karena sudah dibatasi maka jangan sampai terjadi kesalahan lagi seperti yang telah dilakukan pemerintahan yang lalu. Dengan lahirnya PP 48 ini, kata Kapo maka tidak ada celah lagi.


Jalan satu-satunya, kata Kapo adalah dengan mencari perturan lain guna menyelamatkan 637 tenaga kontrak ini. berdasarkan hasil konsultasi dengan pemerintah pusat, kata dia, pemerintah pusat nnyatakan untuk bisa mengakomodir mereka menunggu sampai ada revisi peraturan dan sepanjang PP tersebut belum direvisi maka dilarang.


Abdul Kadir diakhir pertemuan mengatakan, persoalan ini harus diselesaikan secara arif. Komisi B tetap meminta agar penandatanganan SK pengangkatan tenaga kontrak tetap dikembalikan kepada bupati. Untuk itu dia meminta kepada BKD agar membuat telaahan staf kepada bupati. Telaahan yang diberikan, ingat Kadir harus dibuat secara objektif dan tidak menjebak pimpinan. Dewan, kata dia siap memback up dan memberikan dukungan politik sepenuhnya kepada bupati untuk menandatangani SK pengangkatan terhadap para tenaga kontrak.


Kadir mengatakan, jika persoalan penerbitan SK sudah bisa diselesaikan, diharapkan agar hak para tenaga kontrakj ini juga segera direalisasikan. Menurutnya, pemerintahan bupati dan wakil bupati sudah berjalan satu tahun. “Tapi kalau ada 600 lebih yang harus alami pendeirtaan apakah ini pemerintah yang baik? Tentu tidak,” tegas Abdul Kadir.




Tidak ada komentar: