22 April 2010

Keberatan Penggunaan Kata Penjual Ikan, Para Penjual Ikan Protes

* Datangai Kantor Redaksi Flores Pos

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Sejumlah penjual ikan yang selama ini berjualan di Pasar Potulando, Pasar Mbongawani dan Pasar Wolowona menyatakan keberatan atas pnggunaan kata penjual ikan dalam judul berita kasus pemerkosaan yang dilansir Flores Pos. Sekitar 20 penjual ikan yang keberatan mendatangi Kantor Redaksi Flores Pos menyampaikan keberatan mereka. Saat di Flores Pos, mereka menyatakan bahwa penggunaan kata penjual ikan seolah-olah menyatakan bahwa semua penjual ikan ikut melakukan perbuatan pemerkosaan. Apalagi, pelaku pemerkosaan Ibrahim Dange alias Bobi bukan penjual ikan tetapi tukang sapu di Pasar Potulando dan hanya sekali-kali diminta menjual ikan.


Samsul salah seorang penjual ikan mewakili rekan-rekannya sesama penjual ikan saat mendatangi Kantor Redaksi Flores Pos, Rabu (31/3) mengatakan, penggunaan kata penjual ikan dalam berita itu sangat memojokan mereka sebagai penjual ikan. Perbuatan yang dilakukan Bobi seolah-olah dilakukan juga oleh mereka yang lain yang juga penjual ikan. Apalagi, kata Samsul, Ibrahim Dange alias Bobi bukan penjual ikan sebagaimana dilansir Flores Pos dalam berita berjudul Anak SD Kelas Satu Diperkosa Penjual Ikan. Menurutnya, dengan berita seperti itu mereka khawatir masyarakat tidak mau beli lagi ikan yang mereka jual karena takut.


Terhadap perbuatan Bobi yang telah melakukan pemerkosaan terhadap siswi kelas satu SD, Samsul bersama rekan-rekan sesama enjual ikan menyatakan mengutuk tindakan Bobi tersebut. Mereka bahkan mendesak aparat penegak hukum untuk memproses hukum Bobi dan menghukum dia seberat-beratnya.


Diberitakan sebelumnya, siswi kelas satu salah satu sekolah dasar (SD) di Kota Ende diperkosa Ibrahim Dange alias Bobi yang sehari-hari bekerja sebagai penjual ikan di Pasar Potulando atau Pasar Senggol Ende. Kejadian pada Senin (29/3) sekitar pukul 13.30 bermula saat korban sedang bermain di dekat pasar. Saat sedang bermain, pelaku datang menghampiri korban dan langsung menarik korban ke kebun ubi di belakang pasar. Korban menolak namun diancam dan terus ditarik pelaku. Pelaku lalu memegang bahu korban dan mendorongnya hingga terjatuh. Sambil membekap mulut korban dengan tangan kiri, pelaku lalu memperkosa korban.


Kepala Unit Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Ende, Bripka Pua melalui penyidik Briptu Aulia Rahman kepada Flores Pos mengatakan, korban pemerkosaan yang baru berusia enam tahun itu saat ini duduk di kelas satu pada salah satu SD di Kota Ende. Korban saat itu sedang bermain di belakang pasar dan dihampiri lalu diajak secara paksa oleh pelaku mengikutinya ke kebun ubi di belakang pasar. “Kamu ikut saya,” kata pelaku waktu itu. Namun, lajut Rahman, korban menolak. “Malas,” kata korban waktu itu.


Namun oleh pelaku, korban langsung ditarik paksa. Karena takut, korban lalu mengikuti pelaku. Pelaku memaksa korban dan korban sempat melawan. Namun oleh pelaku, langsung memegang bahu kiri korban dna mendorongnya hingga terjatuh. Saat itu pelaku langsung membekap mulut korban dengan tangan kiri dan tangan kanan menggerayangi tubuh korban. Korban lalu diperkosa di kebun ubi di belakang pasar.


Saat sedang melampiaskan nafsu bejatnya itu, lanjut Rahman, pelaku dibekuk oleh masyarakat di sekitar pasar. Pelaku bahkan nyaris dihakimi massa namun polisi sigap dan langsung mengamankan pelaku. Pelaku langsung digelandang ke Polres Ende untuk diamankan di sel Polres Ende guna menjalani proses hukum lebih lanjut. Dalam pemeriksaan awal terhadap pelaku, lanjut Rahman, pelaku mengakui semua perbuatannya. Sementara korban yang masih trauma, sudah menjalani visum dan dari hasil visum terdapat luka robek cukup parah. Korban perkosaan sudah dikembalikan kepada orang tuanya dan terus didampingi untuk menghilangkan rasa traumanya.

Terhadap perbuatannya ini, pelaku diganjar melanggar pasal 81 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diancam dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara junto pasal 287 ayat 1 dan 2 KUHP terkait perbuatan pelaku dengan unsur kekerasan dan pemaksaan. Ancaman hukuman juga maksimal 15 tahun.


Ibu korban, Veronika Wetu kepada wartawan Flores Pos Yusvina Nona mengatakan “perbuatan pelaku sangat keji.” Semula pada saat kejadian, kata Wetu dia tidak tahu sama sekali. Dia baru tahu kejadian itu setelah diberi tahukan anak laki-lakinya Marten. Mendengar informasi itu, dia langsung ke kantor polisi. Di sana dia meminta kepada polisi untuk bertemu pelaku namun tidak diijinkan. “Saya mau injak dia kalau ketemu. Saya sakit hati. Dia terlalu kurang ajar, kata Wetu.


Terhadap perbuatan pelaku terhadap anaknya itu, dia pasrah. Namun dia meminta polisi untuk secepatnya memproses hukum pelaku dan menghukumnya seberat-beratnya atas perbuatan keji pelaku terhadap anaknya.

Korban di kediamannya mengakui pada saat itu dia sedang mencuci sayur milik Bibi Ayu. Setelah selesai cuci sayur, tiba-tiba pelaku menariknya dan memaksa dia mengikuti pelaku. Tapi pelaku tetap membawanmya ke kebun ubi. Saat itu, tutur korban, dia juga sempat berteriak tapi karena tidak ada orang di sekitar maka tidak ada yang mendengar teriakannya. Pelaku lalu menutup mulutnya dengan tangan dan kemudian memperkosanya.




Tidak ada komentar: