20 April 2010

Komisi B Sinyalir Tender Proyek di Dinas Perikanan Sarat KKN

* Sejak Dulu Prioritaskan Satu Rekanan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Komisi B DPRD Ende menilai proses tender yang dilakukan di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende sarat dengan kolusi, korupsi dan nepotisme. Hal itu disinyalir terjadi karena sejak dulu sampai saat ini, proses tender selalu diprioritaskan hanya kepada salah satu rekanan saja. Sejumlah bendera atau CV diikutsertakan dalam proses tender namun orangnya atau pemiliknya sama. Selain itu, evisiensi nilai proyek juga dinilai tidak evektif dan merugikan daerah serta hanya untuk kepentingan pihak-pihak yang ada di dinas tersebut.


Komisi B DPRD Ende juga menilai, proyek pengadaan alat tangkap yang diberikan kepada kelompok nelayan juga tidak efektif. Setiap tahun bantuan yang sama selalu diberikan namun sama sekali tidak memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi kelompok nelayan. Bahkan Komisi B juga mensinyalir, bantuan alat tangkap yang diberikan tidak tepat sasaran. Ada bantuan yang tidak diberikan kepada nelayan namun diberikan kepada mereka yang berprofesi sebagai tukang ojek dan sopir.


Hal itu terungkap dalam dengar pendapat antara Komisi B DPRD Ende dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende. Dengar pendapat dipimpin Ketua Komisi B Abdul Kadir HMB didampingi Wakil Ketua Komisi B, Herman Joseph Wadhi dan Sekretaris Komisi B, Damran I Baleti. Hadir juga sejumlah anggota Komisi B diantaranya, Yustinus Sani, Arminus Wuni Wasa, Sudrasman Arifin Nuh, Maryati Astuti Djuma, Hj. Selviah Indradewa.


Abdul Kadir pada kesempatan itu meminta pihak dinas terlebih dahulu menjelaskan produksi ikan lokal dan tingkat konsumsi ikan masyarakat di Kabupaten Ende. Data ini, kata dia sampai saat ini belum pernah diberikan dinas. Kondisi ini menunjukan bahwa dinas tidak memiliki data akurat dan pendistribusian alat tangkap yang diberikan pemerintah tidak menyentuh sasaran namun lebih karena suka dan tidak suka dan diberikan kepada mereka yang dekat dengan kekuasan. Pemberian alat tangkap diharapkan untuk bisa meningkatkan pendapatan perkapita para nelayan namun hal itu sampai saat ini tidak nampak. “Dinas hanya katakan ada peningkatan tapi berapa tidak jelas,” kata Kadir. Sesuai pantauan, kata Kadir, alat tangkap bantuan pemerintah diberikan kepada tukang ojek dan sopir.


Abdul Kadir juga mensinyalir bahwa di Dinas Perikanan telah menjadi sarang KKNdan KKN di dinas sudah menggurita. Dia juga mengatakan, Panitia Pembuat Komitmen (PPK) sebagai mafia proyek dan bagi proyek hanya pada orang-orang tertentu. Selain itu, kata Kadir, evisiensi pagu anggaran proyek yang dikemas sesuai regulasi tetapi ujung-ujungnya untuk orang-orang di dinas. PPK, lanjut dia, dari tahun ke tahun juga hanya orang yang sama padahal masih banyak perjabat lain yang memiliki kemampuan namun tidak diberikan kepercayaan.

Kadir bahkan secara tegas mengatakan bahwa secara pribadi jika mengevaluasi kinerja SKPD maka Dinas Perikanan merupakan SKPD paling bobrok, paling rusak. Karena kekuasaan atau kepala dinas selalu lindungi dan mengakibatkan bantuan yang harusnya nelayan dapat untuk meningkatkan taraf hidup namun tidak kebagian. “Yang kebagiuan alat tangkap justru mereka yang dekat dengan kekuasaan. Yakin kadis juga dapat fee dari rekanan karena dari dulu sejak masa Kadis Yoseph Nduru sampai kadis sekarang tetap rekanan yang sama. PPK di mana-mana punya alat tangkap dan sudah bangun kerasjaan bisnis di Dinas Perikanan dan Kelautan,” kata Kadir.


Sudrasman Arifin Nuh menegaskan, pemberian bantuan selama ini oleh dinas tidak tepat sasaran. Banyak bantuan yang diberikan kepada kelompok yang dibentuk secara dadakan karena ada bantuan sehingga ada tukang ojek juga kebagian bantuan alat tangkap. Sudrasman juga menilai, pemberian bantuan alat tangkap kepada nelayan selama ini tidak diikuti dengan pendampingan dan evaluasi dari dinas. Kondisi ini mengakibatkan banyak bantuan yang diberikan tetapi hasilnya tidak jelas.


“Tiap tahun ada bantuan ketinting tapi tidak jelas. Setelah beri bantuan tidak ada petugas dinas yang turun cek bagaimana dampak ekonomi terhadap bantuan yang diberikan.” Pemberin bantuan, lanjut dia adalah bertujuan untuk meningkatykan ekonomi masyarakat. “Tapi kalau beri bantuan lalu tidak pernah dievaluasi sama dengan membuang garam di laut,” kata Sudrasman.


Arminus Wuni Wasa mengatakan, di Ende ada dua wilayah laut yakni di utara dan selatan. Namun selama ini pemberian bantuan lebih fokus ke nelayan di pantai selatan. Padahal, kata dia, banyak potensi ikan di wilayah pantai utara yang selama ini banyak ditangkap oleh nelayan dari Maumere dan kemudian di bawa kembali untuk dijual di Ende. Nelayan di utara tidak memiliki alat tangkap moderen dan besar sehingga kalah bersaing dengan nelayan dari Sikka. Dia berharap, ke depan nelayan di pantau utara juga perlu mendapat perhatian agar ikan jangan lagi diambil nelayan dari Sikka.


Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Willem Enga menjelaskan, untuk Dinas Perikanan mengelola anggaran yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp2,327 miliar, dana pendamping 10 persen senilai Rp232,7 juta. Bel;anja modal dari DAU senilai Rp325,973 juta, DAK sisa tender Rp7,5 juta. Diakuinya, tidak semua DAU dibelanjakan sehingga disetor kembali ke kas daerah. Terkait produksi ikan, Enga katakan tahun 2009 produksi ikan Ende mencapai 6.300 ton dengan tingkat konsumsi rata-rata 20 kg per kapita per tahun. Tingkat konsumsi ini masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi nasional sebesar 30 kg per kapita per tahun.


Upaya peningkatan produksi dengan melihat potensi baik dari perikanan laut, perikanan air tawar dan perikanan air payau. Perlu pula peningkatan sarana dan prasarana dan ini merupoakan pekerjaan berat. Dari aspek perencanaan dinas melihat usulan masyarakat, hasil musrembang dan proposal yang masuk dari kelompok nelayan. Selama ini, tim dinas belum melakukan verivikasi ke kelompok penerima bantuan secara maksimal. Namun, karena proposal juga diketahui dan ditandatangan oleh kepala desa/lurah maka jelas mereka tahu pekerjaan masyarakat mereka.


Menjawab pertanyaan Damran Baleti terkait keterlibatan LSM dalam pelaksaan proyek 2009, Enga menegaskan bahwa tahun 2009 tidak ada keterlibatan LSM. Menurutnya jika ada LSM berarti ada pemberdayaan sedangkan pada tahun 2009 tidak ada pemberdayaan sehingga tidak libatkan LSM.


Sedangkan ketika ditanya Selviah Indradewa terkait adanya kelompok nelayan di Ndoriwoi Pulau Ende yang belum kebagian bantuan, Wellem Enga mengatakan, bantuan alat tangkap yang bersumber dari DAK dan DAU semuanya sudah didistribusikan. Termasuk kelompok nelayan di Ndoriwoi. Namun jika ada sinyalemen bahwa masih ada kelompok nelayan yang belum dapatkan bantuan akan diselidiki lebih lanjut. Dia katakan, terkait bantuan alat tangkap, banyak sekali proposal yang masuk dan tidak mungkin semuanya direalisasikan dalam satu tahun anggaran. untuk itu ada yang baru dapat dijawab pada tahun anggaran berikutnya.


Diakui, saat ini dinas tengah berupaya meningkatkan produksi agar ada investor yang bisa masuk ke Ende. Langkah itu dilakukan dengan terus berupaya melakukan alih teknologi. Untuk alih teknologi ini, dinas sudah bekerja sama dengan nelayan Gorontalo. Menurutnya, tanpa ada alih teknologi maka produksi tidak akan meningkat dan pola tangkap nelayan akan tetap dari tahun ke tahun.




Tidak ada komentar: