20 Maret 2009

Bupati Domi Bantu Mesin Perontok untuk KelompokTani Usaha Bersama

Pemerintah Akan Kembangkan Teknologi IPAT-BO
Oleh Hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Bupati Ende Paulinus Domi memberikan bantuan kepada Kelompok Tani Usaha bersama di Kelurahan Rewarangga Selatan Kecamatan Ende Timur. Bantuan itu diberikan Bupati Domi saat menghadiri kegiatan panen bersama padi varietas cehiran yang dibudidayakan menggunakan teknologi intensifikasi padi aerob terpadu berbasis organic (IPAT-BO) yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Usaha Bersama di lahan milik Dominikus Dafi.
Penerapan teknologi IPAT-BO tersebut merupakan hasil penemuan Profesor Tualar Simarmata. Ujicoba penerapan teknologi IPAT-BO di Ende dilakukan atas kerja sama Universitas Padjajaran Bandung, Universitas Nusa Cendana Kupang, Universitas Flores Ende dan Pemerintah Kabupaten Ende.
Bupati Paulinus Domi pada panen bersama di lokasi uji coba teknologi IPAT-BO, Kamis (12/3) mengharapkan teknologi yang ada dapat diterapkan di Kabupaten Ende terutama di daerah utara yang banyak mengembangkan sawah ladang. Dia menilai, hasil ujicoba yang dilakukan berhasil bagus sehinga mendukung untuk dikembangkan di Kabupaten Ende.
Untuk mendorong para petani dan memotifasi mereka dalam mengembangkan teknologi IPAT-BO yang dinilai sukses tersebut, bupati Domi menyerahkan satu unit mesin perontok padi kepada Kelompok Tani usaha bersama.

Kurangi Rediko Gagal Tanam
Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Partanian (BKP3) Kabupaten Ende, Flavianus Senda mengatakan, demplot IPAT-BO yang dilakukan itu lebih menekankan pada penghematan penggunaan air, penghematan bibit, pupuk organik serta tenaga kerja. Keunggulan yang dimiliki teknologi itu, kata Senda sangat relevan dnegan kondisi Kabupaten Ende apalagi dengan terjadinya degradasi hujan. Kondisi itu mengakibatkan suplai air berkurang dan areal sawah mengalami gagal tanam dan gagal panen. Namun, kata dia, dengan penerapan teknologi ini bisa diterapkan di areal yang ada. “Menggunakan teknologi ini resiko gagal tanam dan gagal panen bisa teratasi.”
Melihat kondisi Ende yang masih kekurangan air, kata Senda, teknologi ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Ende terutama di wilayah utara yang merupakan sentra produksi padi. Antara lain, wilayah Kota Baru, Maurole, Wewaria, Detusoko dan Maukaro. Terhadap hasil ujicoba yang ada, kata dia, akan disampaikan kepada pemerintah. Selain itu, ke depan akan diupayakan agar badan/dinas bisa mengusulkan kegiatan untuk dikebangkan lebih luas. “Perguruan Tinggi sudah temukan teknologi dan pengembangannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui instansi-instansi teknis.”

Teknologi IPAT-BO
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang, Setf Tani Temu selaku Koordinator Sinergi Pemberdayaan Potensi Masyarakat (Sibermas) Kabupaten Ende, Sabtu (7/3) di lokasi panen perdana padi hasil ujicoba teknologi IPAT-BO mengatakan, panen perdana tersebut dilakukan atas padi varietas ciheran yang dalam proses penanaman ini menggunakan teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organic (IPAT-BO) yang ditemukan dan dikembangkan oleh Profesor Tualar Simarmata.
Dikatakan, ujicoba ini atas kerja sama Universitas Padjajaran Bandung dengan Universitas Nusa Cendana Kupang dan Universitas Flores Ende. Sedangkan pendanaan dalam penerapan teknol;ogi IPAT-BO ini, kata Tani Temu sepenuhnya dibiayai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi dan didukung dana pendamping dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.

Cocok Dikembangkan di NTT
Uji coba ini tidak saja dilaksanakan di Ende tetapi juga sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten lain di NTT seperti Ngada sejak tiga tahun lalu dengan luas lahan kurang lebih 3000 hektare. Kabupaten Nagekeo sejak dua tahun lalu dengan luas lahan 1500 hektar, kabupaten Rote Ndao sejak empat tahun lalu dengan luas areal 4000 hektare dan Kabupaten Kupang sejak tiga tahun lalu dengan luas areal lebik\h kurang 3000 hektare. Teknologi IPAT-BO ini, kata Tani Temu cocok dikembangkan di NTT mengingat teknologi jenis ini tepat dikembangkan di daerah yang kurang air.
Dia berharap, dengan pengembangan teknologi IPAT ini dapat emningkatkan produksi petani. Ke depan diharapkan teknologi ini bisa dikembangkan di Kabupaten Ended an dapat menjangkau sampai ke desa-desa di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ende.
Idealnya, kata Tani Temu, dalam penyemaian benih varietas ciheran dengan teknologi IPAT-BO hanya membutuhkan beni sebanyak lima kilogram per hektar. Sedagnkan jenis lain bisa membutuhkan 20 kilogram benih untuk kebutuhan satu hectare. Sedangkan produktifitasnya, kata dia, dalam pengembangan di Jawa Barat dalam setiap hectare bisa menghasilkan 16 ton. Namun di NTT dalam uji coba di beberapa kabupaten dalam beberapa tahun terakhir menunjukan adanya penigkatan produksi yang cukup bagus. “Setiap satu hektar bisa menghasilkan 10-10,4 ton.” Sedangkan masa panen untuk padi pada umumnya membutuhkan waktu 100-110 hari. Sedangkan varietas ciheran dengan teknologi IPAT-BO masa panennya lebih cepat satu minggu. “Tapi dalam uji coba ini panennya agak telat. Itu karena uji cobanya dilakukan pada musim hujan.”

Tidak ada komentar: