18 Maret 2009

Uji Coba Teknologi IPAT-BO untuk Budidaya Padi Ciheran Dinilai Sukses

Hemat Penggunaan Bibit
Oleh hieronimus Bokilia
Ende, Flores Pos
Uji coba penanaman padi jenis ciheran dengan penerapan teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organic (IPAT-BO) yang dilakukan di sawah milik Dominikus Dafi di Kelurahan Rewarangga Selatan Kecamatan Ende Timur dinilai sukses. Pasalnya, dalam uji coba penanaman tersebut, memberikan hasil yang lebih bagus dibadnignkan mengugnakan jenis bibit lainnya dan teknologi yang lain. Penerapan teknologi IPAT-BO ini memberikan banyak manfaat diantaranya hemat benih, hemat air, hemat pupuk dan hemat tenaga.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang, Setf Tani Temu selaku Koordinator Sinergi Pemberdayaan Potensi Masyarakat (Sibermas) Kabupaten Ende, Sabtu (7/3) di lokasi panen perdana padi hasil ujicoba teknologi IPAT-BO mengatakan, panen perdana tersebut dilakukan atas padi varietas ciheran yang dalam proses penanaman ini menggunakan teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organic (IPAT-BO) yang ditemukan dan dikembangkan oleh Profesor Tualar Simarmata.
Dikatakan, ujicoba ini atas kerja sama Universitas Padjajaran Bandung dengan Universitas Nusa Cendana Kupang dan Universitas Flores Ende. Sedangkan pendanaan dalam penerapan teknol;ogi IPAT-BO ini, kata Tani Temu sepenuhnya dibiayai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi dan didukung dana pendamping dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.

Cocok Dikembangkan di NTT
Uji coba ini tidak saja dilaksanakan di Ende tetapi juga sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten lain di NTT seperti Ngada sejak tiga tahun lalu dengan luas lahan kurang lebih 3000 hektare. Kabupaten Nagekeo sejak dua tahun lalu dengan luas lahan 1500 hektar, kabupaten Rote Ndao sejak empat tahun lalu dengan luas areal 4000 hektare dan Kabupaten Kupang sejak tiga tahun lalu dengan luas areal lebik\h kurang 3000 hektare. Teknologi IPAT-BO ini, kata Tani Temu cocok dikembangkan di NTT mengingat teknologi jenis ini tepat dikembangkan di daerah yang kurang air.
Dia berharap, dengan pengembangan teknologi IPAT ini dapat emningkatkan produksi petani. Ke depan diharapkan teknologi ini bisa dikembangkan di Kabupaten Ended an dapat menjangkau sampai ke desa-desa di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ende.
Idealnya, kata Tani Temu, dalam penyemaian benih varietas ciheran dengan teknologi IPAT-BO hanya membutuhkan beni sebanyak lima kilogram per hektar. Sedagnkan jenis lain bisa membutuhkan 20 kilogram benih untuk kebutuhan satu hectare. Sedangkan produktifitasnya, kata dia, dalam pengembangan di Jawa Barat dalam setiap hectare bisa menghasilkan 16 ton. Namun di NTT dalam uji coba di beberapa kabupaten dalam beberapa tahun terakhir menunjukan adanya penigkatan produksi yang cukup bagus. “Setiap satu hektar bisa menghasilkan 10-10,4 ton.” Sedangkan masa panen untuk padi pada umumnya membutuhkan waktu 100-110 hari. Sedangkan varietas ciheran dengan teknologi IPAT-BO masa panennya lebih cepat satu minggu. “Tapi dalam uji coba ini panennya agak telat. Itu karena uji cobanya dilakukan pada musim hujan.”

Akan DiSebarluaskan
Dekan fakultas Pertanian Universitas Flores Ende, Imakulata Fatima mengatakan, melihat hasil uji coba yang dilakukan di lahan sawah milik Domonikus Dafi ini memberikan peningkatan hasil yang cukup bagus. Jika dari hasil uji coba teknologi IPAT-BO ini menjanjikan maka akan diteruskan kepada petani lainnya di Kabupaten Ende terutama di lahan kering.
Dikatakan, banyak kemudahan dan keuntungan mengembangkan teknologi jenis ini. Dia kemukakan, jika mengembangkan teknologi ini, bisa menghemat bibit, air, pupuk dan tenaga. Selain itu pupuk yang dianjutkan adalah pupuk organic dan untuk itu butuh pendekatan agar masyarakat bisa merubah pola penggunaan pupuk selama ini. Keunggulan lain menggunakan jenis teknologi ini adalah benih yang disemai sudah dapat dipindahkan ke lahan sawah dalam usia 8-12 hari. Hal ini sangat berbeda dengan benih lainnya yang membutuhkan waktu lebu\ih kuraqng 21 hari untuk dipindahkan ke lahan sawah.

Ada peningkatan Produksi
Dominikus Dafi, petani yang lahannya dijadikan lokasi ujicoba penerapaan teknologi IPAT-BO mengatakan, melihat dari hasil panen dengan menggunakan teknologi IPAT-BO ini menunjukan hasil yang lebih bagus kendati hama wereng banyak menyerang. Dikatakan, jika dibandingkan dengan hasil panen lalu yang menggunakan jenis varietas lain dan teknologi berbeda hasilnya hanya bisa mencapai 700 kilogram. Namun menggunakan teknologi ini diakui bisa memberikan hasil sampai 900 kilogram gabah. Peningkatan jumlah produksi itu, kata dia selain karena teknologi yang diterapkan cukup bagus juga butuh perlakuan yang baik seperti perawatan dan penyemprotan hama.
Dikatakan, untuk lahan seluas delapan are, dia hanya menggunakan benih sebanyak setengah kilogram. Dengan demikian jika untuk satu hectare benih yang dibutuhkan hanya sebanyak lima kilogram. Padahal jika menggunakan benih jenis lain dan teknologi berbeda butuh benih sebanyak lebih kurang 20 kilogram untuk satu hektar.

Tidak ada komentar: