18 Agustus 2010

85 Desa di Kabupaten Ende Alami Rawan Pangan Berat

* Tersebar di 10 Kecamatan

Oleh Hieronimus Bokilia


Ende, Flores Pos

Berdasarkan hasil pemantauan dan analisa situasi per kecamatan menunjukan bahwa ada dua kecamatan yang tergolong tidak rawan pangan atau yang ketersediaan pangannya di atas 99 persen yaitu Detusoko dan Wewaria. Namun demikain, terdapat 85 desa yang tersebar di 10 kecamatan yang masuk kategori rawan berat karena ketersediaan pangannya berada antara 0-50 persen. 10 kecamatan yang masuk kategori rawan berat yakni Pulau Ende, Ende, Ende Selatan, Ende Tengah, Ende Utara, Ende Timur, Ndona, Ndona Timur, Wolowaru dan Lio Timur. Namun, 85 desa yang rawan berat ini tidak saja tersebar di 10 kecamatan rawan berat tapi juga tersebar di kecamatan yang masuk kategori tidak rawan, rawan ringan dan rawan sedang.


Hal itu tegaskan Bupati Ende, Don Bosco M Wangge dalam materinya yang disampaikan saat diskusi panel di gedung Inepare, Senin (19/7). Dikatakan, selama tahun 2009, ketersediaan pangan di Kabupaten Ende sebesar 76,07 persen dari kebutuhan 42.206,21 ton. Kondisi ini menunjukan bahwa terdapat kekurangan pangan sebesar 10.101,94 ton. Produksi pangan di Kabupaten Ende, lanjut Bupati Don Wangge, dari tahun ke tahun belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Kekurangan pangan tersebut dipenuhi dari pasokan luar berupa raskin, beras rawan pangan, beras PNS, pengadaan oleh Bulog dan perdagangan antar pulau.


Untuk tingkat Ende, komoditi ubi merupakan penyumbang terbesar ketersediaan pangan. Produksi ubu mengalami kelebihan sampai 717,75 ton. Jika dibandingkan dengan komoditi lain seperti padi, mengalami kekurangan sebesar 8.701,28 ton, jagu8ng kekurangan 2.487,73 ton. Kacang tanah terdapat kekurangan 110,74 ton, kacang hijau dan kacang lainnya mengalami kekurangan produksi 161,59 ton.


Kurangnya ketersediaan pangan tersebut, kata Don Wangge, lebih disebabkan oleh rendahnya realisasi tanam masing-masing komoditi jika dibandingkan dengan potensi areal baik lahan basah dan lahan kering yang ada. Selain itu, disebabkan karena rendahnya tingkat produktifitas jika dibandingkan dengan kemampuan produktifitas secara normal. Oleh karena itu, peningkatan produksi komoditi padi baik padi sawah maupun padi ladang, jagung, ubi jalar dan ubi lainnya sertta kacang-kacangan masihdimungkinkan dengan pengembangan areal tanam dan peningkatan produktifitas.


Dikatakan, peningkatan produksi pangan pada tahun 2009 hanya sebesar 1,08. kondisi ini lanjut bupati, belum mampu menekan jumlah desa dan kelurahan dari yang tergolong rawan berat. Bahkan jumlah desa kelurahan yag tergolong rawan berat meningkat menjadi 85 desa/kelurahan jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2008 yang hanya 57 desa/kelurahan yang masuk kategori rawan berat. Sedangkan desa yang tergolong rawan sedang dan rawan ringan mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2008.


Kondisi peningkatan jumlah desa yang tergolong rawan berat ini, kata Don Wangge disebabkan karena keterbatasan lahan pertanian di desa/kelurahan dalam wilayah perkotaan, persentase kerusakan tanaman hingga gagal panen yang disebabkan angin kencang, banjir dan kekeringan yang lebih dari enam persen. Selain itu, juga disebabkan karena persentase gagal tanam karena curah hujan yang tidak menentu mencapai lebih dari 10 persen. Juga karena peningkatan produksi tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk pada desa/kelurahan yang tergolong rawan berat atau dengan kata lain, persentase peningkatan produksi pangan lebih kecil dari persentase pertumbuhan penduduk khususnya di desa/kelurahan yang tergolong rawan berat.

Tidak ada komentar: