22 Juli 2011

Dinas Sosial Latih Para Pekerja Migran untuk Bisa Tingkatkan Ekonomi

· Kalau Bekerja ke Luar Negeri Berbekal Keterampilan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Dinas Sosial Provinsi NTT dan Kabupaten Ende bekerjasama dengan Departemen Sosial melaksanakan bimbingan keterampilan usaha ekonomi produktif bagi para pekerja migran agar dapat membantu meningkatkan derajat perekonomian mereka. Bimbigan keterampilan ini juga diberikan selain agar mereka tidak lagi pergi bekerja ke luar negeri namun juga agar ketika mereka pergi bekerja ke luar negeri mereka sudah memiliki bekal keterampilan.

Hal itu dikatakan Fredrick Muskanan, Kepala Seksi Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Dinas Sosial Provinsi NTT di sela-sela kegiatan bimbingan keterampilan di aula Hotel Ikhlas, Selasa (5/7). Muskanan mengatakan, berbicara sal pengiriman tenaga kerja ke luar negeri merupakan domainnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama BP2TKI dan dalam pengiriman tenaga kerja tanpa berkoordinasi dengan Dinas Sosial.

Dinas Sosial baru dilibatkan ketika terjadi kekerasan dan permasalahan dokumen yang menimpa para tenaga kerja migran atau tenaga kerja yang bekerja di luar negeri seperti pemalsuan dokumen, visa tidak diperpanjang dan dokumen yang tidak sah. Para tenaga kerja migran yang dokumen tidak lengkap ini sering mendapatkan perlakuan tidak wajar. Upah kerja mereka rendah dan mereka sering menghadapi tindak kekerasan. Sedangkan yang melalui prosedur legal dan memiliki kelengkapan dokumen biasanya dibayar dengan upah yang layak.

Dalam Kepres 106 Tahun 2004 tentang penanganan pekerja migran lintas sektor yang melibatkan kementerian kesejahteraan rakyat, kementerian luar neger, kementerian dalam negeri dan kementerian sosial, Kementerian Sosial mendapatkan porsi penanganan di embarkasi Tanjungpriok. Di sana para tenaga kerja migran didata sesuai asal daerah dan kemudian diberangkatkan ke daerah asal masing-masing.

Tahun 2010, kata Muskanan, pemerintah Provinsi NTT mendata sebanyak 243 tenaga kerja migran bermasalah yang dipulangkan. Namun, katanya, jumlah ini terlampau kecil karena jika disesuaikan dengan jumlah rilnya bahkan lima kali lipat dari jumlah yang didata tersebut. Hal ini disebabkan karena tidak semua tenaga kerja yang dipulangkan kembali melalui Kupang. Ada yang ketika kapal tiba di Larantuka mereka langsung turun. Para tenaga kerja migran ini yang akhirnya tidak didata secara jelas oleh dinas. Padahal jika mereka tiba di Kupang, akan ditampung di rumah persinggahan dan kemudian baru diatur untuk dipulangkan sampai ke tempat tujuan masing-masing. “Biasanya mereka kita puangkan sendiri. Kita dampingi kecuali yang kasusnya luar biasa dan tenaga kerja mengalami stres berat,” katanya.

Muskanan mengatakan, untuk mengatasi dampak ikutan dari pelulangan tenaga kerja migran dan mengurangi tenaga kerja yang pergi bekerja ke luar negeri, ada program jaminan sosial bagi pekerja migran dan tindak kekerasan. Bantuan usaha ekonomi produktif yang mana terlebih dahulu dibimbing dan setelah itu baru diberikan modal usaha sebagai modal penguatan untuk usaha produktif sesuai pilihan masing-masing. Besarnya bantuan adalah Rp2,5 juta per orang. “Kita arahkan agar mereka bentuk kelompok karena kalau sendiri-sendiri dana tidak cukup untuk usaha. TapI kalau misalkan satu kelompok 10 orang maka dananya cukup besar untuk mereka mulai usaha,“ kata Muskanan.

Asisten II Setda Ende, Don Randa Ma saat membuka kegiatan bimbingan keterampilan mengatakan, masalah pekerja migran di Indonesia tidak lagi berskala domestik yang ditandai meningkatnya jumlah pekerja migran di berbagai kota besar termasuk di Kabupaten Ende. Hal ini menjadi beban pemerintah dan masyarakat. Permasalahan menonjol adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri dan terpaksa harus dipulangkan (deportasi) kembali ke Indonesia baik dari Malaysia, Hongkong, Singapura, Saudi Arabia, Brunai Darusalam dan negara lainnya.

Don Randa Ma mewakili Bupati Ende, Don Bosco M Wangge mengatakan, masalah yang sering dialami para pekerja migran adalah kelengkapan dokumen resmi, tindakan kekerasan seperti dicambuk, dianiaya dan dibunuh, diterlantarkan karena musibah, ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kerja baru dan rendahnya taraf kesejahteraan sosial selama menjadi pekerja migran. Kondisi ini terkadang disebabkan para pekerja migran terpengaruh janji-janji yang menyatakan di luar negeri gajinya besar ternyata yang dialami justru sebaliknya.

Sampai tahun 2011, kata Don Randa Ma, jumlah tenaga kerja Indonesia 1.058 yang telah ditangani melalui jalur resmi. Sedangkan yang dideportasi dan ditangani Dinas Sosial sebanyak 448 orang. Mereka diberikan bantuan emergensi berupa uang makan dan transportasi untuk pulang ke tempat asalnya. Data ini, lanjutnya belum merupakan data yang sebenarnya. Masih banyak warga yang bekerja keluar negeri dengan jalan pintas sehingga sulit dideteksi. “Banyak kasus tindak kekerasan dan pekerja migran bermasalah sosial yang tidak terlepoarkan atau terdeteksi secara baik dan akurat,” kata Don Randa Ma.

Ketua Panitia, Irenius Pani mengatakan, bimbingan keterampilan bagi pekerja migran ini diikuti 55 orang peserta dari tiga kecamatan yakni Kecamatan Ndona (10 orang), Ende (35 orang) dan Nangapanda (10 orang). Pelaksanaan bimbingan keterampilan selama tiga hari dari tanggal 5-7 Juli.

Dikatakan, kegiatan bimbingan keterampilan bagi pekerja migran ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta wawasan berpikir para pekerja migran sehingga bantuan yang diberikan dapat dikelola secara baik dan berdampak pada peningkatan ekonomi rumah tangga mereka masing-masing. Diharapkan, bibingan keterampilan yang diberikan terkait pengelolaan manajemen dan usaha bisa diserap dan dikembangkan dalam upaya peningkatan usaha produktif yang mereka pilih.

Tidak ada komentar: