22 Juli 2011

Moratorium Penerimaan CPNSD Harus Berlaku Selektif

· Daerah Masih Kekurangan Tenaga Pegawai

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD) yang diwacanakan pemerintah pusat diharapkan tidak berlaku merata untuk semua daerah. Pemberlakuannya harus dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhan dan kondisi geografis di masing-masing daerah.

Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ende, Yoseph Ansar Rera di ruang kerjanya, Rabu (13/7). Sekda Ansar Rera mengatakan, untuk Kabupaten Ende saat ini masih mengalami kekurangan tenaga terutama tenaga guru da tenaga medis. Maka, penerimaan atau rekrutmen CPNSD mutlak harus dilakukan. Usulan formasi CPNSD tahun 2011 yang diajukan Pemerintah Kabupaten Ende ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) hingga saat ini belum dijawab. Kemungkinan kondisi ini disebabkan karena saat ini pemerintah pusat sudah mengeluarkan moratorium penerimaan CPNS.

Soal moratorium perekrutan CPNSD yang dikelurkan pemerintah pusat menurutnya tidak dapat diberlakukan secara merata di seluruh Indonesia terutama daerah-daerah yang baru dimekarkan dan daerah yang masih kekurangan tenaga pegawai. Apalagi, wilayah Kabupaten Ende dengan topografi dan jangkauan pelayanan yang luas, jelas masih sangat membutuhkan tambahan pegawai terutama tenaga guru dan tenaga medis.

Dia mencontohkan, topografi dan luas wilayah di Jawa, satu pegawai masih bisa menjangkau dan melayani beberapa desa. Namun untuk kondisi daerah seperti Ende, tidak bisa demikian, setidaknya satu tenaga medis paling banyak hanya mampu melayani dua desa. Demikian juga untuk tenaga teknis harus melalui proses rekrutmen.

Karena itu, kata Ansar Rera, moratorium yang digulirkan oleh Kementerian Keuangan itu boleh-boleh saja dijalankan. Hanya saja, dalam pemberlakuannya tidak bisa disamaratakan untuk semua daerah. Daerah yang masih mengalami kekurangan tenaga tidak dapat disamakan dengan daerah yang sudah cukup atau kelebihan tenaga pegawai.

Menurutnya, jika tidak dilakukan perekrutan dan penambahan jumlah pegawai terutama tenaga guru dan medis, sementara ada yang memasuki masa pensiun maka jelas akan terjadi kekurangan. “Kalau seperti itu maka kita yang sudah alami kekurangan ini akan semakin kekurangan,” katanya.

Keberadaan tenaga kontrak yang selama ini sudah membantu pemerinta dalam pelaksanaan tugas pemerintahan saja pun daerah masih mengalami kekurangan apalagi dilakukan moratorium. Padahal, keberadaan para tenaga kontrak ini harus diperjuangkan untuk diangkat menjadi pegawai negeri.

Karena itu, katanya, jika memang pemerintah pusat benar-benar menjalankan moratorium perekrutan pegawai negeri maka harus ada spesifikasi. Pemberlakuannya tidak bisa disamakan untuk seluruh daerah di Indonesia. Pemberlakuannya harus disesuaikan dengan kondisi ril di daerah masing-masing sehingga daerah nantinya tidak mengalami kesulitan tenaga dalam menunjang pelaksanaan roda pemerintahan.

Terkait keberadaan tenaga kontrak, Ansar Rera katakan, sejauh ini juga belum ada keputusan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian Nasional setelah dilakukan verifikasi beberapa waktu lalu. Karena itu, para tenaga kontrak yang sudah mengabdi di daerah tetap menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dan anggaran untuk mereka tetap dialokasikan dalam ABPD kabupaten.

Pemerintah, lanjutnya juga terus berupaya meningkatkan kesejahteraan para tenaga kontrak dengan melakukan penyesuaian upah mereka sesuai standar upah minimum provinsi (UMP). Besaran upah mereka bagi yang berpendidikan sarjana sudah mampu ditingkatkan ke angka Rp800 ribu per bulan. Sedangkan untuk diploma dan SMA disesuaikan lebih rendah dari angka itu.

Bagaimanapun, kata Ansar Rera para tenaga kontrak ini selama ini sudah mengabdi untuk daerah. Harusnya jangan ada moratorium dulu sampai para tenaga kontrak ini diangkat menjadi pegawai negeri. “Selama ini ada tenaga kontrak saja kita masih alami kekurangan tenaga,” katanya.

Tidak ada komentar: