22 Juli 2011

Warga Desa Persiapan Kurusare Kembali Datangi DPRD

· Minta Kepastian Penetapan Menjadi Desa Definitif

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Warga dari desa persiapan Kurusare di Kecamatan Lepembusu Kelisoke kembali mendtangi kantor DPRD Ende. Warga meminta kepastian dari lembaga Dewan terkait penetapan rancangan peraturan daerah (ranperda) pembentukan tiga desa di Kabupaten Ende untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah (perda).

Warga yang datang diterima Wakil Ketua DPRD Ende, Fransiskus Taso dan dilakukan dialog di ruang rapat Gabungan Komisi, Senin (11/7). Dialog juga dihadiri sejumlah anggota DPRD Ende.

Gerardus Galu, salah satu mosalaki yang hadir dalam dialog itu mengatakan, warga desa persiapan Kurusare meminta ketegasan sikap dari Dewan yang sebelumnya telah menolak menetapkan ranperda pembentukan desa. Warga minta agar lembaga Dewan memberikan kepastian waktu penetapan ranperda menjadi perda pembentukan desa menjadi desa definitif.

Fransiskus Taso yang memandu jalannya dialog mengatakan, pimpinan Dewan sudah mengeluarkan surat yang ditujukan kepada para camat dan kepala desa di tiga desa induk dan desa persiapan yang menegaskan bahwa lembaga Dewan menunda pembahasan dan penetapan ranperda pembentukan desa menjadi perda pembentukan desa. Lembaga Dewan tidak menolak dan akan dibahas kembali paling lambat pada 31 Agustus mendatang.

Dewan, kata dia sama sekali tidak menolak pembentukan desa hanya saja akan dibahas lebih lanjut. Kondisi yang terjadi, lanjut Taso disebabkan karena pemerintah kurang menghargai lembaga Dewan. “Siapa yang bilang Dewan tolak. Jangan sedikit-sedikit salahkan Dewan,” kata Taso.

Haji Pua Saleh, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Ende mengatakan, penolakan terhadap delapan ranperda yang diajukan pemerintah karena waktu yang dialokasikan untuk membahas ranperda tersebut sangat terbatas. Untuk bisa membahas semua ranperda yang diajukan itu, membutuhkan waktu yang cukup banyak namun dalam jadwal hanya dialokasikan waktu tiga hari. Karena belum dibahas sama sekali maka tidak dapat ditetapkan sehingga ditolak. “Waktu itu memang kita sempat bahas tapi tidak sampai pada materi karena masih ada perbedaan-perbedaan. Ini persoalan lembaga Dewan dengan pemerintah,” kata Haji Pua.

Penolakan yang dilakukan, kata Haji Pua disebabkan karena mekanisme pengajuan ranperda tidak sesuai. Pemerintah juga dinilai tidak konsisten di mana semula mengajukan 10 ranperda kemudian ditarik satu dan kemudian tarik lagi satu sehingga menjadi sisia delapan.

Dia meminta kepada pimpinan untuk menghadirkan pemerintah dalam forum dialog itu agar semuanya bisa dibicarakan. Apalai, kata dia, Dewan menghendaki agar pemerintah mengajukan kembali ranperda yang ditolak, namun bupati sudah mengatakan di media bahwa pemerintah tidak akan mengajukan kembali delapan ranperda yang sudah diajukan ke lembaga Dewan. Dia mengatakan, dalam persoalann ini hendaknya jangan semua persoalan dilimpahkan kesalahannya kepada lembaga Dewan.

Menurut Haji Pua, Dewan tidak menolak pembentukan desa. Malahan, Dewan berjuang agar semua desa persiapan dan calon desa persiapan dapat ditetapkan menjadi desa definitif. “Secara politik kami punya kepentingan poltik terhadap masyarakat dan itu harus kami perjuangkan,” katanya.

Haji Yusuf Oang mengatakan, dalam pembahasan di tingkat Badan Legislasi DPRD Ende, dari delapan ranperda yang diajukan, dengan alokasi waktu yang terbatas, hanya dapat dibahas tiga ranperda mengingat muatan ranperda yang begitu banyak. Karena itu, fraksi-fraksi di Dewan melihat bahwa karena belum dibahas secara keseluruhan materi ranperda maka belum bisa berikan pemikiran untuk bisa ditetapkan menjadi perda.

Dia juga sependapat dengan Haji Pua untuk menghadirkan pemerintah agar dibicarakan secara baik solusi terbaik menyelesaikan permasalahan dimaksud. Dia berharap, dari diskusi tersebut dapat dicarikan solusi agar tiga desa tersebut dapat ditetapkan menjadi desa definitif. Terpenting, lanjutnya alur dan mekanisme tidak ditinggalkan agar lembaga tidak merasa dilecehkan. Kondisi seperti ini muncul menurutnya disebabkan karena adanya ketersinggungan di lembaga Dewan yang muncul karena mekanisme tidak dijalankan dengan baik.

Frans Taso akhirnya menskorsing dialog sambil menunggu kehadiran pemerintah. Setelah Sekretaris Daerah, Yoseph Ansar Rera hadir, skorsing kembali dicabut dan Frans Taso menyerahkan palu pimpinan sidang kepada Ketua DPRD Ende, Marselinus YW Petu untuk memandu jalannya dialog.

Marsel Petu mengatakan, prosedur pembahasan dan penetapan ranperda pembentukan desa belum selesai dan untuk bisa menjadi perda harus melalui proses pembahasan. Perda, kata dia ditetapkan oleh bupati atas persetujuan DPRD.

Dikatakan, Dewan secara kelembagaan tidak pernah menolak pembentukan desa, soal penolakan itu masih pendapat fraksi-fraksi. Karena itu, menjadi pekerjaan berat bagi pimpinan untuk melakukan koordinasi dengan fraksi-fraksi. Namun, katanya, sudah ada kemauan baik dari fraksi-fraksi untuk berubah. Namun dalam politik, perubahan dapat berubah dalam hitungan detik.

Marsel Petu juga memastikan bahwa pada tanggal 25 Juli mendatang, ranperda pembentukan desa sudah bisa ditetapkan menjadi peraturan daerah. Sebelumnya memang dijanjikan pada 31 Agustus namun hal itu mengandaikan pemerintah mengajukan kembali namun karena dalam rapat pemerintah nyatakan jika ada ruang dapat dibahas dan ditetapkan maka sudah dijadwalkan.

Sekda Yoseph Ansar Rera mengatakan, pembentukan desa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat namun mesti dipahami bahwa untuk bisa menjadi desa definitif harus melalui proses. “Dalam ranah politik ada dinamikanya,” kata Ansar Rera.

Dikatakan, pada tanggal 18 Juli mendatang, akan dilanjutkan sidang I dan setelah melaluio proses pembahasan baru dilanjutkan dengan asistensi yang membutuhkan waktu satu minggu. Setelah dilakukan asistensi maka pada 25 Juli nanti jika tidak ada perubahan maka sudah dapat ditetapkan. “Ini sesuai jadwal yang sudah dibicarakan Badan Musyawarah dengan pemerintah,” katanya.

Tidak ada komentar: