22 Juli 2011

Masipag Filipina Evaluasi Internasional Kegiatan Yayasan Tananua Flores

· Kesejahteraan Masyarakat Ada pada Petani

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Eliszbeth Gruzada dari Masipag Filipina didampingi Christopel Uhle, konsultan Misserior Jerman untuk Indonesia dan Jeonard Santilan, petani dari Filipina melakukan kunjungan ke desa-desa dampingan Yayasan Tananua Flores dalam rangka melakukan evaluasi internasional. Dalam evaluasi ini tidak saja melihat keberhasilan yang dicapai namun juga kendala dan tantagan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kendalam yang dihadapi ditingkat petani di desa dampingan.

Direktur Yayasan Tananua Flores,Hironimus Pala kepada Flores Pos di aula Firdaus Nanganesa, Jumad (1/7) mengatakan, evaluasi internsional dan perencanaan strategi ini prosesnya sudah dimulai sejak 20 Juni lalu. Pada evaluasi pertama ini, terlebih dahulu dilakukan evaluasi di internal Yayasan Tananua Flores. Dalam evaluasi internal ini lebih menitik beratkan pada data, angka, proses kerja dan membangun kesadaran ditingkat internal.

Pada evaluasi kedua pada 22-25 Juni, kata Pala, tim melakukan evaluasi lapangan dengan mengunjungi dua desa conth yakni Desa Tenda Kecamatan Wolojita yang sudah didampingi Yayasan Tananua selama 10 tahun dan Desa Ondorea Barat Kecamatan Nangapanda yang pendampingannya dibawah lima tahun. Evaluasi ini melibatkan masyarakat di desa damingan, aparat desa, tokoh adat, petani dan kelompok tani serta pemuda.

Dalam evaluasi ini, masyarakat diberikan kesempatan menyampaikan perubahan dan perkembangan yang mereka alami secara umum. Dalam evaluasi ini selain melihat kekuatan dan keberhasilan juga kelemahan dan kendala dan mimpi merek ke depan. Dari evaluasi ini karena hanya mencakup dua desa sedangkan dampingan ada di 15 desa maka disiapkan waktu khusus untuk mempertemukan semua desa dampingan dalam pertemuan semesteral di Kanganara Kecamatan Detukeli pada 27-29 Juni. Semua desa diberkan kesempatan memresentasikan kondisi terakhir di desa, kendala dan mimpi-mimpi mereka ke depan.

“Walau diminta evaluasi kemajuan secara umum tapi masyarakat dari 15 desa lebih memfokuska pada perubahan setelah mendapatkan pendampingan dari Yayasan Tananua. Mereka berpandangan perubahan itu terjadi karena ada dampingan dari Tananua,” kata Pala.

Usai evaluasi, dilanjutkan dengan rencana strategis Yayasan Tananua Flores di mana dalam kegiatan ini menghadirkan kembali para petani dari desa dampingan dan mitra kerja seperti pemerinth. Renstra diawali pemaparan dari Abraham Badu dan Ketua SPTM St Ursula, Yulita Eme dan dari mitra pemerintah dan dilanjutkan analisis stakeholder yang kerja dengan petani.

Elizabet Gruzada dari Masipag Filipina mengatakan, pemerintah memiliki banyak Sali bantuan untuk pemberdayaan petani. Bantuan yang banyak itu kalau dioptimalkan akan sangat membantu. Banyaknya bantuan itu tinggal dimaksimakan dalam pelaksanannya. Dalam kerja pemerintah dan Yayasan Tananua, kata Elizabeth, harus dibangun pemahaman bahwa kesejahteraan yang mau dibangun adalah kesejahteraan petani dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Ende ada pada petani.

Dikatakan, selama evaluasi di Tenda dan Ondorea Barat dari sharing pengalaman terungkap persoalan yang sama yang dihadapai oleh petani. Pada umumnya, petani optimis dampingan dari Tananua memberikan dampak dan hasil yang sangat memuaskan. Hasil yang mereka dapatkan adalah adanya perubahan dalam pengolahan lahan, pengembagan lahan secara baik walau tidak semua petani membuat terasering dan melakukan penyemaian, pemupukan dan pemanenan sering (P3S) kakao.

Petani, kata Elizabeth juga mengakui memiliki peningkatan pengetahuan dan keterampilan terutama dalam kaitan dengan program P3S. Namun diakui pula, masih ada petani yang kurang percaya diri dan belum mengerti secara baik. “Namun secara umum akui miliki pengetahuan soal P3S,” kata Elizabet sebagaimana diterjemahkan Romo Ferry D Dhae,Pr.

Di tingkat petani masih ada kelemahan yakni kurangnya sumberdaya petani terutama laki-laki yang mencari kerja ke luar daerah. Isu ini menurutnya penting dan harus didiskusikan karena berbicara mengenai pengelolaan dan pengolahan lahan namun di sisi lain mengalami kekurangan tenaga. Kelemahan lainnya adalah topografi yang terjal dan sebabkan erosi. Persoalan bibit juga sangat dirasakan di mana banyak bibit yang didatangkan dari luar sehingga tidak sesuai dengan karakteristik daerah. Tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi local sehingga banyak hama yang muncul dan sulit diatasi. Masuknya bibit luar juga berakibat hilangnya bibit local. “Misalnya kakao di Ondorea Barat muncul hama dan sulit dikendalikan. Ini gejala yang perlu diperhatikan pemerintah agar tahu kakao mana yang cocok dengan kondisi daerah di Ende,” katanya.

Permasalahan lain yang dihadapi petani adalah kekurangan peralatan kerja untuk laksanakan P3S, kekurangan sarana dan transportasi. Ketergantungan petani pada pendamping dan penyuluh dari pemerintah dan LSM dan bergantung pula pada teknologi dari luar. Petani, kata Elizabeth belum mengenali teknologi baru yang berhubungan dengan pertania berkelanjutan. Petani juga terlalu diarahkan untuk focus pada satu komoditi. Padahal semakin beragam komoditi yang dibudidayakan akan lebih baik dan mendukung ekosistem alam dan lingkungan daripada hanya satu jenis tanaman.

Kebiasaan berpindah lahan juga menjadi permasalahan. Petani meninggalkan lahan yang sudah digarap dan membiarkan tanah bisa kembali subur dengan sendirinya. Padahal penggunaan pupuk organic akan membantu menyuburkan lahan. Petani juga kurang mahir dalam mengelola pemasaran. Pemasaran masih dilakukan secara perorangan sehingga kurang memiliki posisi tawar. Masalahnya adalah soal mutu kakao dan kemiri. Proses pengolahan kurang menjaga mutu komoditas.

Kendala lain adalam soal mental proyek. Masyarakat terlalu bergantung pada banyaknya proyek dan bantuan baik dari pemerintah dan LSM. Proyek yang masuk harus dapat dikelola secara baik untuk medukung peningkatan kesejahteraan petani.

Christhopel Uhle mengatakan, ketika 15 tahun lalu berkunjung ke Bali dan kembali mengunjunginya dia sangat kagum melihat banyak perubahan di sana. Namun kondisi itu tidak dilihatnya di Ende. Kondisinya tidak banyak berubah. Namun kondisi itu menurutnya da keuntungannya terutama dalam permasalahan sampah yang masih mampu dikendalikan dbanding permasalahan sampah di Bali. Kondisi topografi di Ende, kata dia masih banyak lahan kosong yang belum digarap maksimal. Kondisi yang curam dan sering erosi membuat petani bekerja keras mengolah lahan. Kendati bayak kendala seperti kurangnya sarana transportasi, teknologi dan peralatan kerja, namun dia punya kesan positif terhadap para petani.

Masyarakat yang dikunjungi tidak menyerah dengan keadaan namun memiliki spirit dan semangat kerja keras. Masyarakat juga interktif dan bekerjasama dengan baik bersama Tananua. Ada bayak perubahan baik bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan serta pembangunan berkelanjutan. “Walau saya baru pertama ke sana tapi dari pengakuan masyarakat, mereka mengalami perubahan setelah ada pendampingan dari Tananua,” kata Christhopel.

Rudolfus Ndate, Ketua Asosiasi Petani Kakao (Sikap) Nangapanda mengatakan, banyak petani saat ini gunakan system pasrah dan hasilnya pas-pasan. Karena itu bersama Tananua berupaya mencarikan solusi agar bisa merubah mulai produksi sampai pemasaran. Pendampingan dilakukan untuk membantu tingkatkan produksi melalui program P3S yang dilakukan selama ini. Kendati belum semua memahami P3S dan masih ada keraguan namun ada yang sudah mulai menunjukan hasil di mana ada peningkatan produksi.

Dalam pemasaran, kata Ndate semula masih dilakukan sendiri-sendiri oleh petani. Namun setelah diberikan pendampingan dan dibentuk kelompok dan diarahkan untuk memasarkan bersama-sama mulai ada peningkatan. Dengan mempertahankan mutu dan jumlah, posisi tawar mulai ada apalagi ditunjang produksi yang berkelanjutan. “Posisi tawar petani sebenarnya sangat tinggi kalau bersatu dan menjaga mutu,” katanya. Setelah didorong Tananua membentuk asosiasi, ternyata hal itu dapat terwujud. Harga jual komoditas dapat ditawar dan petani bisa mendapatkan keuntungan.

SIKAP Nangapanda sudah memiliki Unit pengolahan Hasil (UPH) yang membeli hasil kakao dari petani dan melakukan proses fermentasi. Setelah dikeringkan dalam jumlah yang banyak baru dipasarkan dengan harga yang lebih baik. “Kita akhirnya bisa dapatkan harga baik setelah berhasil memutuskan mata rantai pemasaran. Sekarag kita bisa beli basah dari petani dan kita buka pada Rabu dan Sabtu,” kata Ndate.

Tidak ada komentar: