20 September 2010

Berita Agama Masih Terpinggirkan di Media

Woorkshop Peliputan Agama yang Berperspektif Pluralisme (1)

Makasar Golden Hotel, 4-5 Agustus 2010


Penunjuk waktu di Nokia 9300 saya telah menunjukan pukul 18.37 Waktu Indonesia Tengah atau 17.37 Waktu Indonesia Barat. Suara Lion Air mulai menderu hendak melaju meninggalkan Bandar Udara Juanda Surabaya menuju Makasar. Pramugari mulai meminta penumpang untuk memasang sabuk pengaman dan memberitahukan penerbangan ke Makasar akan ditempuh dalam waktu dua jam 25 menit. Perjalanan yang panjang dan melelahkan karena sudah sejak pukul 07.30 bertolak dari Ende dan transit pertama di Denpasar lalu ke Surabaya baru terbang menuju Makasar. Namum, perjalanan ini juga sekaligus menyenangkan. Menyenangkan karena setelah sekian lama terikat dengan rutinitas di Ende akhirnya mendapatkan kesempatan ke Makasar atas undangan Lembaga Survei Pengembangan Pers (LSPP) Jakarta untuk mengikuti woorkshop peliputan agama yang berperspektif pluralisme kerja sama dengan SERASI dan International Relief & Development (IRD).

Tepat pukul 20.22 Lion Air mendarat mulus di Bandara Sultan Hasanudin Makasar. Tas pakaian dan kamera langsung saya ambil dari bagasi pesawat dan menuruni tangga menuju ruang kedatangan bandara. Sales taxi yang memiliki counter taxi di dalam lingkungan bandara langsung menghampiri menawarkan jasa. Saya langsung memilih salah satunya. Setelah membayar ongkos taxi Rp68 ribu dan menerima karcisnya, saya langsung menuju parkiran. Pria Makasar, sopir taxi itu menyapa ramah dan langsung mempersilahkan saya masuk ke taxi. Dia lalu mengantarkan saya menuju Makasar Golden Hotel.

Sindung Rizkyanto, reporter Top TV dari Jayapura langsung menyambut ramah saya di kamar 202 Makasar Golden Hotel. Sejenak dia melupakan sajian siaran dari TV Makasar untuk mengobrol seadanya dengan saya. Makasar saat itu masih cukup ramai. Sindung menawarkan makan malam bersama Dian, wartawati Harian Bintang Papua. Namun karena masih lelah saya memilih tidak keluar mencari makan namun langsung mandi dan istirahat di kamar. Sindung kembali dengan sebungkus mie goreng dan memberikan kepada saya. Dasar lapar, mie yang cukup banyak itu langsung saya habiskan. Setelah bercerita kami berdua langsung tidur.

Rabu (4/8) pagi, saya dikagetkan suara TV yang disetel cukup besar oleh Sindung yang sudah mandi dan santai menonton TV. Saya langsung mandi air panas dan bersama Sindung menuju tempat makan di hotel. Saya, Sindung dan Dian makan sambil ngobrol dan Tata akhirnya bergabung. Tata adalah wartawati Radar Bali yang juga peserta woorkshop ini. Nadjib Abu Yasser datang menghampiri kami berempat. Kami berkenalan. “Selamat datang romo Flores Pos,” kata Nadjib kepada saya. “Jam sembilan ya kita mulai acaranya. Silakan makan aja dulu,” katanya lagi.

Pukul 09.00 acara dimulai. Nadjib mengambil alih kemudi master of ceremony (MC) walau oleh Mba Lety Pratiwi, Nadjib sudah membuka acaranya. Nadjib lalu mempersilahkan Lety Pratiwi yang adalah Konsultan LSPP untuk membuka woorkshop peliputan agama yang berprespektif pluralisme. Mba Lety tidak berbicara banyak, dia hanya menjelaskan sedikit soal peran media dalam pengembangan nilai-nilai pluralisme dan perdamian yang memerlukan upaya bersama antar berbagai pihak. Upaya yang tak kalah pentingnya adalah melalui peningkatan kualitas peliputan agama yang berprespektif pluralisme. “dalam konteks itulah, LSPP berniat menyelenggarakan woorkshop peliputan agama yang berperspektif pluralisme bagi jurnalis media cetak.

Walaupun Mba Lety katakan woorkshop ini untuk media cetak, namun yang hadir dalam kegiatan ini tidak saja dari media cetak tapi juga media elektronik baik TV maupun radio. Semuanya membaur bersama tanpa ada perbedaan agama, suku ras dan antar golongan. Semuanya berbaur membicarakan persoalan keagamaan yang dihadapi selama dalam tugas-tugas peliputan. Pluralisme sudah mulai ditunjukan para jurnalis dalam woorkshop ini. Tak satupun peserta yang menanyakan agama dari peserta lain, semua sama apa adanya dan sama di mata Tuhan.

Bambang Wisudo membuka sesi pertama di hari pertama woorkshop. Agama dan Pluralisme di Indonesia: Di Mana Peran Media. Bambang Wisudo yang mantan wartawan Kompas ini diawal kegiatan terlebih dahulu mengidentifikasi harapan dan kekhawatiran dari peserta terhadap kegiatan woorkshop peliputan agama yang berperspektif pluralisme. 17 peserta yang berasal dari Sorong, Jayapura, Timika, Ambon, Ternate, Palu, Ende, Bali dan Makasar menyampaikan beragam harapan dan kekhawatiran. Bambang Wisudo bilang, banyak media di Indonesia pilihan menempatkan liputan agama di pinggiran. Berita yang menjadi prioritas media di Indonesia adalah berita politik, hukum, dan olahraga. Wartawan atau reporter pun lebih memilih menjadi wartawan atau reporter berita politik, hukum, dan olahraga ketimbang menjadi wartawan agama. “Pilihan menjadi wartawan olahraga agar bisa dikirim meliput olimpiade atau piala dunia,” kata Bambang Wisudo.

Karena itu dia berharap, melalui pelatihan atau woorkshop ini, wartawan diajak untuk mau menjadi wartawan yang meliput agama dan membuat liputan agama menjadi semakin menarik di media atau dengan kata lainnya membuat berita agama menjadi “seksi” di media yang bisa menarik minta baca masyarakat. Dia menyebutkan kalau dulu di Kompas ada wartawan yang khusus menulis tentang agama namun kondisi itu tidak lagi saat ini, hal itu mungkin terjadi karena setiap wartawan selalu diroling dari desk peliputan yang satu ke desk peliputan yang lain sehingga tidak ada wartawan yang konsen khusus menulis tentang agama.

Dia juga bilang, ada dua jenis koran yakni koran yang sekuler dan korang yang memilih beraviliasi dengan agama tertentu. Koran sekuler terkesan menghindarkan diri dari berita-berita tentang agama dan koran yang beraliansi ke agama memilih untuk memihak ke agama tertentu. Liputan agama selama ini juga cenderung menonjolkan perbedaan antar agama, konflik dan pertikaian. Perdamaian masih kurang ditonjolkan dalam berita-berita agama di media yang ada di Indonesia.

Tidak ada komentar: