22 September 2010

Hendrik Seni Divonis Satu Tahun Penjara

  • Denda Rp60 Juta Subsidair Satu Bulan Kurungan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dana APBD Ende senilai Rp150 juta, Hendrikus Seni divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ende karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Terdakwa Hendrik Seni juga hrus membayar denda Rp60 juta subsidair satu bulan kurungan. Terhadap putusan ini, terdakwa dan JPU menyatakan pikir-pikir.

Keluarga terdakwa yang hadir dalam persidangan ini nampak menangis usai mendengarkan vonis hakim atas terdakwa. Sementara terdakwa sendiri tegar dalam menghadapi putusan majelis hakim. Walaupun matanya memerah namun terdakwa tidak sampai menangis.

Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim, Asiadi Sembiring didampingi Ronald Masang dan A.A. Ngurah Budhi masing-masing sebagai anggota dalam sidang di ruang sidang Pengadilan Negeri Ende, Jumad (3/9). Sidang juga dihadiri dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Thereseia Weko dan Eko Winarno. Sementara terdakwa Hendrikus Seni didampingi penasehat hukumnya, Titus M Tibo.

Majelis Hakim dalam amar putusannya pertama, menyatakan terdakwa Hendrikus Seni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi. Kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara satu tahun dan denda Rp60 juta subsidair satu bulan kurungan.

Ketiga, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Keempat, memerintahkan terdakwa tetap ditahan, kelima, memerintahkan barang bukti dikembalikan kepada Stef Wodhe dan keenam, membebankan biaya perkara sebesar Rp5000 kepada terdakwa.

Usai membacakan vonis, Ketua Majelis Hakim, Asiadi Sembiring terlebih dahulu menanyakan kepada terdakwa Hendrik Seni apakah sudah mengerti atas putusan yang telah dibacakan. Terhadap pertanyaan ini Hendrik Senin menyatakan sudah mengerti. Sembiring pada kesempatan itu kembali mengatakan, terhadap putusan yang telah dibacakan itu, terdakwa bisa terlebih berkonsultasi dengan penasihat hukumnya untuk menyatakan terima dan kalau pikir-pikir bisa pikir-pikir dulu. Jika masih pikir-pikir, katanya, diberikan waktu selama tujuh hari. Jika dalam masa pikir-pikir itu menyatakan tidak puas maka dapat mengajukan banding atas putusan.

Hendrik Seni pada saat itu mengatakan, “Sambil memohon berkat dan tuntutan Roh Kudus saya menyatakan pikir-pikir.”

Ketua Majelis Hakim Sembiring juga menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum terkait putusan tersbeut dan oleh JPU menyatakan pikir-pikir. “Karena terdakwa dan JPU menyatakan pikir-pikir maka putusan majelis hakim atas perkara ini belum berkekuatan hukum tetap,” kata Sembiring. Kepada JPU dan terdakwa diberikan waktu selama tujuh hari untuk menyatakan sikap.

Tidak Adil

Hendrik Seni usai persidangan mengatakan, sejak ditahan pada 8 Maret 2010 yang lalu dia sudah merasakan ketidakadilan dalam proses hukum ini. terhadap apa yang dialaminya itu dia merasakan adanya bentuk penjajahan baru di bidang hukum. Hal itu karena dalam kasus ini tidak semua yang terlibat diproses namun hanya dirinya yang dikorbankan. “Sejak saya ditahan 8 Maret lalu saya merasa sebagai korban ketidakadilan. Jadi jangankan vonis yang saya rasa tidak adil tapi sejak ditahan saja sudah rasa tidak adil,” kata Hendrik Seni.

Dia mengatakan, sesuai fakta persidangan, masih banyak orang yang terlibat langsung dalam proses pencairan dana Rp150 juta. Bahkan katanya, dalam persidangan terungkap bahwa dana itu dipinjamkan pada hal dirinya merasa tidak pernah meminjam uang itu.

Titus Matias Tibo, Penasehat Hukum Terdakwa Hendrik Seni usai sidang mengatakan, terhadap putusan yang dijatuhkan majelis hakim itu terdakwa sudah menyatakan pikir-pikir. Karena itu, selama satu minggu ini akan terlebih dahulu mempelajari putusan dengan pertimbangan-pertimbangan yang dipakai majelis dalam memvonis terdakwa. Setelah mempelajari putusan tersebut, lanjutnya, baru dapat menentukan sikap.

Tibo mengatakan, dalam putusan Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan penyuapan namun dalam kasus ini yang diproses hanya pelaku penyuapan sedangkan penerimanya tidak disentuh hukum. Kondisi seperti ini, lanjutnya mengandaikan pada saat melakukan penyuapan dilakukan di tempat gelap sehingga tidak diketahui siapa yang menerima suap dan untuk apa pemberian suap itu dilakukan. “Pemberi suap terbukti tetapi yang menerima suap tidak. Ini suap sempurna. Saya menggugat keadilan agar motifnya jelas,” katanya.

Sedangkan terkait tindakan penyalahgunaan keuangan dan kewenangan, lanjut Tibo, patut dipertanyakan siapa yang bertanggungjawab. Karena itu, katanya, dalam kasus ini harus dibuat lebih terang.

Yohanes Fianei, keluarga terdakwa mengatakan, terkait putusdan tersbeut keluarga akan mempertimbangkannya untuk mengambil langkah hukum lebih lanjut. Dikatakan, pihak keluarga dan masyarakat umumnya sangat mengharapkan keadilan dalam setiap proses hukum. Dalam fakta di persidangan, lanjut Fianei menunjukan bahwa dalam kasus ini banyak yang terlibat namun mereka tidak pernah tersentuh hukum. Karena itu dia berharap kepada aparat penegak hukum baik polisi dan jaksa untuk juga memproses pelaku-pelaku yang lainnya.

Tidak ada komentar: