25 Mei 2011

Jaksa Hadirkan Dua Saksi Ahli dalam Persidangan Kasus PDAM

· * Ada Mark Up Harga Rp186 Juta

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli masing-masing Bernard Malelak, Ahli Barang dan Jasa Dinas PU Provinsi NTT dan Hardono, Ahli Keuangan dari BPKP Provinsi NTT untuk didengarkan keterangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM Ende dengan terdakwa Mohamad Kasim Djou. Dari keterangan saksi ahli dari Dinas PU menyatakan bahwa proses penunjukan langsung yang dilakukan tidak dibenarkan dan menyalahi Kepres 80 tahun 2004. Sedangkan keterangan saksi ahli dari BPKP menyatakan bahwa dalam proses pengadaan mesin pompa air ini negara telah dirugikan sebesar Rp186,451 juta karena telah terjadi pemahalan atau mark up harga mesin pompa air.

Hal itu dikatakan Alboin Blegur, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Ende yang juga JPU dalam kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM di ruang kerjanya, Selasa (10/5).

Alboin Blegur mengatakan, sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air di PDAM ini masih untuk terdakwa Mohamad Kasim Djou. Seadngkan terdakwa Yasintha Asa belum dilanjutkan karena yang berasngkutan masih bantar. Agenda persidangan masih pemeriksaan saksi-saksi. Yasintha Asa juga akan dihadirkan pada sidang lanjutan Jumad (13/5) mendatang untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi.

Blegur mengatakan, dalam persidangan yang dipimpin Amin Bureni didampingi Ni Luh Putu Ariani ini, saksi ahli Bernard Malelak dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTT yang dihadirkan dalam persidangan Senin (9/5) menjelaskan bahwa dalam proses pengadaan mesi pompa air di PDAM yang menggunakan sistem penunjukan langsung (PL) tidak benar atau tidak sesuai amanat Keputusan presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2004 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Lingkup Pemerintah. PL tidak dibenarkan karena pada saat itu tidak dalam keadaan luar biasa. Lagi pula, pengadaan mesin piompa air tidak dalam keadaan yang terdesak.

Namun terdakwa Kasim Djou melalui penasehat hukumnya menyatakan bahwa pengadaan mesin pompa air dilakukan dengan mekanisme PL karena situasi saat itu sangat mendesak. PDAm yang sering didemo oleh masyarakat karena kesulitan air menjadi aalasan mengapa pengadaan mesin pompa air itu sangat mendesak.

Namun hal itu menurut saksi ahli Bernard bukan keadaan yang mendesak. Keadaan mendesak atau situasi luar biasa kecuali terjadi bencana alam atau bersifat rahasia karena menyangkut keamanan dan keselamatan negarayang ditetapkan oleh presiden. Karena itu, saksi ahli Bernard tetap menilai bahwa pengadaan mesin pompa air itu menyalahi mekanisme Kepres.

Sedangkan saksi ahli Hardono yang dihadirkan dalam sidang pada Selasa (10/5) untuk didengarkan keterangannya mengatakan bahwa dalam pengadaan mesin pompa air di PDAM ada pemahalan harga yang menyebabkan terjadinya kerugian negara. Pemahalan harga yang dilakukan itu telah menguntungkan Samuel Matutina sebagai rekanan yang mengadakan mesin pompa dimaksud.

Hardono menjelaskan bahwa harga yang wajar dari mesin pompa air adalah Rp430,211 juta. Namun harga penawaran yang diajukan sebesar Rp616,663 juta. Dengan demikian terjadi selisih harga sebesar Rp186,451 juta. Nilai Rp186,451 juta ini yang dinilai sebagai pemahalan atau mark up harga mesin pompa air yang merugikan negara.

Sidang kasus ini akan kembali dilanjutkan pada Jumad (13/5) mendatang masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Dalam sidang ini, kata Blegur, pihaknya akan berupaya menghadirkan Yasintha Asa untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi.

Samuel Matutina sebagai rekanan yang mengadakan mesin pompa air, kata Blegur hingga saat ini tidak dapat dihadirkan dalam persidangan. Samuel Matutina masih sakit. Menurutn rencana, kata Blegur, keterangan saksi Samuel Matutina akan dibacakan dari berita acara pemeriksaan. Hal itu, kata dia memungkinkan karena dalam proses pemeriksaan Samuel Matutina sudah disumpah.

Tidak ada komentar: