24 Mei 2011

Kalangan Dewan Pertanyakan Tidak Diajukannya Dua Ranperda

  • Pemerintah Hanya Ajukan Delapan Ranperda

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ende mempertanyakan alasan pemerintah yang hanya mengajukan delapan rancangan peraturan daerah (Ranperda) dalam sidang I dan sidang khusus I DPRD Ende. Padahal, Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Ende telah mengagendakan jadwal waktu untuk membahas sepuluh ranperda yang diusulkan pemerintah.

Dalam sidang paripurna DPRD Ende yang dipimpin Ketua DPRD, Marsel;inus YW Petu pada Sabtu (7/5) dengan agenda penjelasan pemerintah atas delapan ranperda yang diajukan, saat hendak menakhiri penjelasan, Bupati Ende, Don Bosco M Wangge diinterupsi Abdul Kadir Hasan Mosa Basa. Abdul Kadir mempertanyakan kenapa dalam rapat Bamus dijadwalkan pembahasan sepuluh buah ranperda namun dalam pengajuan oleh pemerintah ternyata Cuma delapan ranperda.

Menurut Abdul Kadir, informasi yang diterima ada dua satu ranperda yang ditaerik kembali oleh bupati dengan alasan akan dilakukan pengkajian sehingga sembilan ranperda yang diajukan ke Dewan untuk dibahas dan ditetapkan. Namun dalam pengajuan pemerintah dan penjelasan pemerintah, ternyata hanya ada delapan buah ranperda. Dia mempertanyakan alasan apa sampai pemerintah hanya mengajukan delapan ranpreda dari sepuluh ranperda yang mau diusulkan.

Jukan dan katanya ditarik kembali bupati untuk dikaji ulang adalah ranperda yang terkait dengan pembiayaan transportasi ibadah haji. Padahal, kata Abdul Kadir terkait rencana pembahasan ranperda itu kepada masyarakat telah dijelaskan bahwa pemerintah tidak menanggung ongkos naik haji (ONH) namun hanya membantu pembiayaan untuk transportasinya saja. Dengan demikian, lanjutnya, ranperda tersebut sudah diketahui banyak pihak namun kemudian tidak diajukan ke lembaga Dewan karena alasan mau dikaji kembali.

Padahal, lanjutnya, di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002008 tentang Urusan Haji, sudah sangat jelas sehingga tidak perlu dikaji lagi. Apalagi, kata Abdul Kadir, di dalam surat edaran gubernur sudah cukup jelas di mana ada lampiran format terkait penyusunan ranperda tersebut. Alasan pemerintah tidak diajukannya ranperda itu sama sekali tidak termuat di dalam penjelasan pemerintah.

Kondisi itu, kata Abdul Kadir menunjukan bahwa pluralisme yang telah ditanamkan selama ini rapuh dan hanya bersifat semu. Karena itu, dia meminta agar persoalan tidak diajukannya ranperda tersebut diperjelas untuk tidak menimbulkan asumsi-asumsi negatif di kalangan masyarakat. “Kita adalah satu. Kita adalah saudara. Pluralisme jangan hanya sekedar wacana tetapi harus diimplementasikan,” katanya.

Rapat sempat terhenti karena hujan interupsi dari sejumlah anggota Dewan. Namun kemudian, Oktafianus Moa Mesi meminta pimpinan sidang untuk memberikan kesempatan kepada bupati untuk mengakhiri penjelasan. Akhirnya pimpinan sidang memberikan kesempatan kepada bupati untuk mengakhiri penjelasan. Selanjutnya, kepada anggota Dewan pimpinan sidang memberikan kesempatan untuk bicara.

Heribertus Gani pada kesempatan itu mendukung permintaan penjelasan dari Abdul Kadir. Namun dia mengingatkan bahwa persoalan pengajuan ranpreda merupakan domain dan kewenangan dari pemerintah. Dia juga meminta Abdul Kadir agar bicara dari hati dan tidak langusng mengambil kesimpulan. Pluralisme semu ayng dikatakan itu merupakan kesimpulan yang tidak jelas karena itu ditujukan kepada siapa, apakah pemerintah, bupati, wakil bupati, ketua DPRD, kepada seluruh forum pari[purna atau kepada seluruh masyarakat. “Kalau seperti itu akan melebar dari substansi,” kata Heri Gani.

Masyarakat Kabupaten Ende sudah sangat menyatu dan ibarat darah dengan daging dan tidak dapat dipisahkan. Pembicaraan soal pluralisme dan hal-hal lain agar ditinggalkan dan jangan masuk pada hal-hal yang sensitif. Dia khawatir apa yang disampaikan itu nantinya disalahmengertikan oleh masyarakat

Bupati Don Wangge pada kesempatan itu mengatakan, berbicara soal regulasi maka harus taat pada regulasi. Selama ini yang dikomunikasikan adalah pengajuan delapan ranperda dan itu menjadi tanggungjawab pemerintah. Soal adanya sepuluh ranperda, kata Don Wangge baru diketahuinya. Kepala Bgaian Hukum, lanjutnya hanya menyampaikan pengajuan delapan ranperda dan dipersilahkan untuk diajukan.

Sementara Wakil Bupati Ende, Achmad Mochdar mengatakan, terkait pengusulan 10 ranperda yang telah dikaji, digodok oleh bagian yang berkepentingan bersama unsur-unsur berkompeten sehingga 10 ranperda diajukan kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan. Dikatakan, rasa tanggungjawab yang mendoorongnya untuk menandatangani surat pengantar karena tanggungjawab kepada masyarakat. Soal pembahasan seperti apa, lanjutnya tidak diketahui karena sudah dibahas dan dikoreksi. Dalam proses akhirnya, kata Mochdar diajukan delapan ranperda.

Menurutnya, dia menandatangani surat pengantar tersebut karena rasa tanggungjawab terhadap pembangunan di daerah ini. Jika tidak bertanggungjawab kenapa mau cari kerja. Karena itu, lanjutnya tidak perlu ditelusuri lagi siapa yang menandatangani surat pengantar sepuluh ranperda karena dirinya yang menandatangani.

Marselinus YW Petu mengatakan, melalui keputusuan Badan Musyawarah ditetapkan 10 ranperda dan konsep DPRD saat rapat Bamus delapan ranperda namun disampaikan pemerintah ada 10 ranperda. Dikatakan, surat pengantar pertama yang ditandatangani wakil bupati ada 10 ranperda, surat pengantar kedua yang ditandatangani Kabag Hukum dan surat pengantar ketiga yang ditandatangani bupati dengan delapan ranperda.

Pengajuan ranperda, lanjut Marsel Petu menjadi domainnya pemerintah. Pengajuan 10, sembilan dan kemudian terakhir delapan ranperda adalah yang diajukan atau diusulkan oleh pemerintah. Tidak ada satupun ranperda yang merupakan ranperda inisiatif dari DPRD. Hal itu perlu diklarifikasi karena ada informasi berkembang bahwa dua ranperda itu merupakan ranperda inisiatif DPRD Ende. Dia juga meminta agar tidak lagi dibicarakan dua atau satu namun secara keseluruhan dan menghentikan pembiacaraan adanya ranperda siluman.

Tidak ada komentar: