15 Februari 2011

Masyarakat Boafeo Tagih Hutang ke DPRD Ende

  • Utang Material Belum Dibayar Rekanan

Oleh Hieronimus Bokilia

Ende, Flores Pos

Tiga orang warga yang mewakili warga Boafeo, Kecamatan Maukaro pada Sabtu (22/1) mendatangi kantor DPRD Ende. Mereka meminta anggota DPRD Ende membantu mereka menagih hutang material lokal berupa batu yang hingga kini belum dibayar oleh rekanan Silfinus Bai dari CV Alfian Mirama. Hutang warga sebanyak Rp12,2 juta. Saat mendatangi kantor DPRD Ende, ketiga warga ini membawa serta papan nama proyek dan meletakannya di depan pintu masuk ruang rapat paripurna DPRD Ende.

Heribertus Kesu, salah satu dari tiga warga yang mendatangi kantor DPRD Ende, Sabtu (22/1) kepada Flores Pos sebelum diterima Komisi B mengatakan, dia dan dua orang rekannya masing-masing Nikolaus Nadu dan Wilfridus Naga mewakili warga Boafeo datang ke kantor DPRD Ende untuk meminta bantuan anggota Dewan menagih hutang mereka dari Direktur CV Alfian Mirama, Silfinus Bai. Hutang sebesar Rp12,2 juta itu merupakan hutang pembelian batu yang dikumpulkan warga untuk pengerjaan proyek peningkatan jalan di Boafeo.

Harga jual batu Rp75 ribu per kubik. Total yang belum dibayar sebanyak 160 kubik lebih. Awalnya, dijanjikan batu yang diambil langsung dibayar. Namun saat pengambilan, ternyata batu yang diambil tidak langsung dibayar. Hutang itu bahkan tidak dibayar hingga mereka memutuskan mendatangi kantor DPRD Ende guna meminta Dean memfasilitsi penyelesaian persoalan itu.

Sebelum mendatangi kantor DPRD Ende, katanya, beberapa kali mereka sudah berupaya melakukan pendekatan kekeluargaan dengan Sil Bai. Namun saat warga berupaya mendatangi rumahnya, dia selalu tidak ada di tempat. “Padahal kami tahu tahu waktu itu dia ada di rumah tapi dibilang dia tidak ada. Waktu kami pulang baru dia intip dari dalam kamar. Itu yang buat kami kesal,” katanya.

Dia berharap, kedatangan mereka ke kantor DPRD ini bisa menyelesaikan masalah. Mereka menghendaki agar saat itu juga hutang mereka harus dibayar. Jika tidak dibayar, mereka mengancam akan melapor polisi agar diselesaikan secara hukum. “Kami minta ini hari (Sabtu) juga harus dibayar karena sudah terlalu lama tidak bayar,” kata Kesu.

Saat dialog dengan Komisi B DPRD Ende yang dipimpin Wakil Ketua Komisi B, Herman Y Wadhi didampingi Sekretaris Komisi, Damran I Baleti, sejumlah anggota DPRD meminta persoalan ini harus secepatnya diselesaikan.

Sudrasman Arifin Nuh, anggota Komisi B dari Partai Bulan Bintang mengatakan, angka Rp12,2 juta itu merupakan fokus penyelesaian. Hutang ini merupakan tanggung jawab kontraktor yang harus dibayarkan kepada masyarakat. Dia meminta pemerintah melalui dinas terkait agar mendesak rekanan tersebut karena bagaimana pun itu adalah hak rakyat dan kewajiban rekanan untuk membayarnya. Jika tidak, kata Sudrasman, persoalan ini sebaiknya dilaporkan saja ke polisi oleh warga yang telah ditipu oleh kontraktor terseut.

Hal senada dikatakan pula Eugenia Goreti Lado Lay. Anggota Komisi C yang sempat hadir dalam dialog tersebut mengatakan, sebenarnya, jika proyek sudah 100 persen dan rekanan sudah menerima pembayaran 100 persen, harusnya persoalan hutang seperti ini tidak lagi muncul.

Menurutnya, tidak ada asalan bagi rekanan untuk tidak membayar hutang material milik masyarakat. Dia meminta agar menghadirkan rekanan guna mendengar penjelasan langsung dari rekanan alasan belum dibayarnya uang material batu milik warga itu.

Damran I Baleti menegaskan, kejadian ini menunjukkan carut marutnya birokrasi yang ada saat ini. Kondisi ini juga merupakan dampak dari kurangnya jalinan hubungan kemitraan antara dua lembaga eksekutif dan legislatif. Terkait persoalan ini, Damran mengatakan, Dinas Pekerjaan Umum sebagai pemilik proyek harusnya mengontrol rekanan. Dewan dituntut menganggarkan dana untuk kegiatan-kegiatan dan itu termasuk pembayaran upah buruh dan material. Dalam pelaksanaannya, lanjut dia, harus dikontrol dinas terkait. Persoalan ini, kata dia harus dituntaskan dan jangan lagi dibiarkan.

Dikatakan, proyek tersebut sudah 100 persen dan sudah dilakukan PHO. Dinas juga sudah membayar 100 persen keuangan kepada rekanan. Seharusnya, sebelum membayar dicek terlebih dahulu segala kewajiban dari rekanan apakah sudah diselesaikan atau belum. Jika ada yang belum dibereskan agar rekanan harus menuntaskannya terlebih dahulu baru dibayar. “Harusnya kalau sudah 100 persen masyarakat tidak lagi mengadu seperti ini,” katanya.

Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum, Fransiskus Lewang mengatakan,

terkait pembelian material dari warga pihaknya tidak tahu secara rinci warga mana saja yang batunya dibeli. Terkait persoalan ini, dinas tidak mrnghidnarinya. Dalam hal seperti ini dinas hanya menerima hasil pekerjaan dan hanya menghitung kubikasi yang dikerjakan. Soal material, dinas hanya mencek apakah material yang digunakan sudah sesuai standar atau tidak. Dan, dalam proyek ini ada sejumlah material yang sempat diminta ganti karena tidak sesuai standar. “Saya juga baru tahu ada persoalan seperti ini. Ini juga agak sulit karena tidak ada bukti order tapi hanya atas dasar saling percaya,” katanya.

Namun soal hutang ini, saat dipanggil untuk datang ke DPRD Ende, dia terlebih dahulu berkoordinasi dengan rekanan. Rekanan bersangkutan tidak dapat hadir di DPRD Ende karena ada urusan lain di luar kota. Saat ditanyai persoalan hutang material batu milik warga yang belum dibayar, kata Lewang, rekanan mengakui ada hutang. Namun, hutang itu belum dapat dibayar karena belum ada ada kesepakatan harga antara pihak yang menerima order dengan warga yang mengumpulkan batu.

Dalam papan nama proyek yang dibawa warga saat ke kantor DPRD, tertera program penanganan jalan dan jembatan, pekerjaan penanganan jalan. Lokai Boafeo-Ratesuba, mulai, 27 Agustus 2010 sampai tanggal 25 Desember 2010, tahun anggaran 2010. Nilai kontrak Rp544,789 juta. Waktu pelaksanaan 120 hari kalender. Pelaksana CV Alfian Mirama. Editor : Syarif Lamabelawa

Tidak ada komentar: